Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Chandra

Jurnalis dan blogger

Perang Sindiran, Uang dan Sembako Pilwali Makassar di Bulan Puasa

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan puasa ternyata tidak membuat konstelasi politik di Makasar menjelang Pemilihan Walikota pada September mendatang menjadi menurun. Beberapa kandidat bahkan menggunakan berbagai momentum pertemuan dengan warga untuk menyindir atau mengkritik calon walikota lainnya.

Jubir pasangan Supomo Guntur – Kadir Halid (SukA) misalnya menuding Dany Pomanto tidak memiliki kejelasan asal usul.

“Bagaimana programnya bisa diketahui, kampung halamannya saja sampai sekarang tidak jelas. Apakah Gorontalo seperti tagline-nya di Pilgub Gorontalo, 100 persen Gorontalo atau anak Makassar, seperti tagline nya sekarang anak loronna Makassar,” ungkap Jubir SuKA, Ola Mallawangeng, seperti dikutip dari Tribun Timur (23/7/2013).

Ola bahkan menuding Dany Pomanto sebagai penimbun pantai yang proyeknya banyak merugikan warga Makassar, khususnya yang tinggal di Kecamatan Mariso dan Tamalate.

Tudingan Tim Sukses SuKA ini berawal dari kritikan Tim Sukses pasangan Dany Pomanto – Ichal (DIA) yang mengkritik program layanan penjemputan pasien jualan SuKA bukanlah hal yang baru karena DIA sendiri konon telah melakukannya dengan program DP Care.

Sebelumnya, Walikota Makassar dan juga Ketua DPP Partai Demokrat Sulsel, Ilham Arief Sirajuddin, yang merupakan pendukung utama DIA, juga sempat menyindir pasangan lain di depan warga Kecamatan Rappocini.

“Sekarang ada 10 pasangan calon yang telah ditetapkan KPU. Ada calon yang sering sakit-sakitan, ada yang banyak istrinya, ada pula keluarga penguasa. Tapi dari segi visi melanjutkan pembangunan, hanya Dany-Ichal pilihannya,” ujar Ilham.

Kemungkinan calon yang dimaksud sering sakit-sakitan adalah Supomo, calon yang banyak istri adalah Tamsil Linrung dan Rusdin Abdullah yang masing-masing memiliki tiga istri. Sedangkan yang dia maksud sebagai calon dari keluarga penguasa adalah Irman Yasin Limpo (NONE) atau pasangan NOAH, yang merupakan adik dari Syahrul Yasin Limpo, saingannya pada Pilgub lalu. Tim DIA memang banyak memunculkan isu Politik Dinasti pada Pilwali ini.

Ilham juga tak lolos dari sindiran akan kengototannya mendukung DIA di Pilwali. Ketua Dewan Litbang Gerakan Radikal Tindak Pidana Korupsi (Garda Tipikor), Syamsul Rizal misalnya menegaskan bahwa patut diwaspadai masyarakat kenapa Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mati-matian ingin memenangkan pasangan Danny Pomanto-Syamsu Rizal (DIA) di Pilwali Makassar.

"Ada banyak dugaan kasus korupsinya ini Walikota Makassar. Kalau bukan orangnya yang naik (DIA), maka pasti Ilham takut kasusnya diobrak-abrik oleh pemimpin selanjutnya," kata Syamsul Rizal, seperti disiarkan oleh Tribun Timur, Selasa (23/7/2013).

Menurut Syamsu Rizal, pihaknya memiliki data kuat atas ragam kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pemerintah Kota Makassar. Mulai dari PDAM, kasus Karebosi, dan sejumlah kasus lainnya. "Belum lagi kasus penimbunan laut. Ini lebih parah dari dinasti keluarga. Karena ini ada upaya untuk menutupi dan sekaligus melanjutkan praktik dugaan korupsi," katanya.

Berbagai aksi serang antar kandidat mulai merebak dan bahkan intens di bulan puasa ini telah mulai terlihat di awal bulan puasa, dengan memanfaatkan pertemuan silaturahmi dengan warga, baik pada saat buka puasa maupun setelah sholat tarwih.

Tidak hanya ‘perang’ urat syaraf melalui statement-statement, para kandidat juga saling mengkritik melalui iklan-iklan mereka di media massa, media sosial seperti twitter, facebook dan YouTube. Ada juga yang mengiklankan diri melalui sinetron pendek yang berseri.

Kadang malah ada calon yang memanfaatkan dakwah di masjid atau di televisi guna mencitrakan diinya sebagai sosok yang lebih Qurani dan lebih baik dari kandidat lain. Baik yang diungkapkan langsung oleh si kandidat maupun melalui ‘uztads bayaran’ mereka.

Momentum bulan puasa ini juga digunakan oleh para calon untuk menjadi ‘dermawan’, membagi-bagi sembako berupa beras dan gula, sarung, dan uang kepada warga.

“Itu rumahnya Muhyina hampir setiap malam ramai seperti pasar karena dia bagi-bagi beras ke tetangganya,” ungkap seorang teman. Muhyina sendiri berpasangan dengan Saiful Saleh. Muhyina adalah putri dari Hj Najemia, yang namanya menjadi mahsyur beberapa bulan lalu setelah menyumbang pembangunan Polsek ke Polda Sulsel. Hj Najemia dikabarkan (rumor) adalah makelar tanah yang banyak bermain di kasus-kasus tanah di Makassar, sehingga sumbangannya ke Polda dianggap banyak pihak sarat dengan kepentingan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan tim sukses Tamsil Linrung- Das’ad Latief. Mereka bergerilya mengumpulkan KTP warga untuk dicatat dan harus mengisi formulir. Setiap KTP dihargai Rp 100 ribu.

“Untuk uang muka ini ada Rp 100 ribu kalau bersediaki menulis formulir dukungan. Kalau Pak Tamsil terpilih maka nanti akan ada kredit usaha sebesar Rp 10 juta untu setiap KK,” ungkap seorang teman menirukan pernyataan tim sukses tadi.

Bermacam-macam cara mencapai kekuasaan. Entah berapa banyak uang yang telah dikeluarkan masing-masing kandidat. Yakin saja setelah terpilih nanti yang pertama mereka lakukan adalah mengembalikan modal dan kemudian mengalikannya dengan sepuluh kali atau bahkan seratus kali lipat dari yang pernah dikeluarkan. Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline