Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Chandra

Jurnalis dan blogger

Teror Bahasa Televisi

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setelah sekian lamanya 'menjauhi' berbagai tontotan di TV, kemarin saya tanpa sengaja saya menonton berita kejadian demonstrasi mengkritisi 100 Hari SBY. Menurut laporan kepolisian jumlah demonstrasi mencapai 10 ribu orang. Masih jauh dari rtarget 28 ribu massa yg diperkirakan. dan jauh lebih kecil lagi dari beberapa demosntrasi sebelum-sebelumnya. Kejadian berupa rusuh pun tidak seperti yang diperkirakan.

Dalam berita itu, di salah satu TV swasta, di laporan awalnya dikatakan mahasiswa dan polisi bentrok di salah satu daerah. Saya menunggu-nunggu liputan bentrok itu tapi ternyata yg ada hanya aksi dorong-mendorong. Saya menelpon teman yg berada di daerah tersebut katanya memang hanya aksi dorong mendorong. lalu pada berita lain, masih pada sesi berita yg sama diberitakan pula bahwa di salah satu daerah lainnya demonstran 'baku hantam' dengan polisi. Tapi saya menunggu berita 'baku hantam' itu , tapi ternyata hanya aksi dorong-mendorong. Ada apa ini? pikir saya. Apakah media memang sengaja memanas-manasi agar beritanya tertonton orang atau sebagai upaya menciptakan teror bagi masyarakat.

Definisi 'bentrok' dalam Kamus Bahasa Indonesia 2009 antara lain: v 1 bercekcok; berselisih: krn kurang komunikasi, majikan sering -- dng buruh; 2 berlawanan; bertentangan: keterangan keterangan saksi A -- dng pengakuan terdakwa; 3 ark berlaga; berlanggaran; bertumbukan: kemarin ada kapal -- di pelabuhan;

Jika merujuk pada definisi di atas, segala sikap yg berlawanan dan bertentangan memang bisa dikategorikan sebagai 'bentrok'. Pada realitasnya, pemahaman masyarakat atas kata 'bentrok' adalah bersikap aktif dimana kedua belah pihak saling menyakiti atau berusaha satu menyakiti sama lain. Bentrok pada akhirnya difahami sebagai perbenturan secara fisik dengan tujuan saling melukai atau menjatuhkan lawan.  Mengapa media tidak menggunakan bahasa yg lebih santun misalnya 'cekcok', 'berbeda pendapat', 'adu mulut, 'adu argumentasi' , 'saling dorong' atau lainnya dibanding menggunakan kata-kata yang berkonotasi kekerasan.

Media, khususnya, televisi seharusnya bisa lebih bijak dalam memproduksi dan menarasikan sebuah berita. Janganlah menimbulkan provokasi yg berpotensi menyulut kekerasan atau 'teror' baru bagi masyarakat. Cukuplah pemerintah dan DPR saja yang meneror masyarakat dgn 'kelakuannya' selama ini. Media sebaliknya bisa menjadi 'pencair suasana' dan menyejuk baru bagi masyarakat.

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline