Setelah malam itu, dia tidak pernah lagi terlihat.
Sudah lebih dari sepuluh tahun, sudah beberapa kali hati ini disinggahi. Mencoba memupuk rasa hinga mekar tapi sayang semua pesingah itu tak mampu bercocok tanam dengan hati ini, hinga dia layu. Sudah lebih dari sepuluh tahun juga aku selalu terbayang, wajah itu! Bibirnya yang kecil, rambutnya yang lurus di potong pendek. Entah masi pendek atau sudah panjang, aku selalu menghayalkan itu sepanjang tahun.
Mengingat bagaimana dia pergi memang menyakitkan, bagaimana dia pergi tanpa menjelaskan apa-apa hanya satu kata yang keluar dari mulutnya; Aku seorang pelacur sebelum dia berbalik lalu pergi berjalan meningalkanku. Aku masih ingat setiap detik peristiwa itu, semuanya
Kadang memang aku merindukannya di sela-sela rutinitas pekerjaan ketika ingatan tentang dia terputar jelas mulai dari saat pertama melihatnya di persimpangan jalan, perkenalan pertama kita, obrolan-obrolan kita yang sangat seru sampai aku terkagum-kagum, sampai pada perpisahan yang tidak mengenakkan itu. Sekarang dia dimana akupun tak tahu, ingin rasanya mencari. Bukan untuk melanjutkan hubungan yang rumit itu, tapi sekedar menanyakan penjelasan dan berpisah baik-baik atau mungkin berteman baik.
Gudang imaji, tempatku biasa duduk menghabiskan waktu malam setelah peulang kerja. Membaca buku, membuat pekerjaan kantor, sampai melamun sudah pernah aku lakukan di tempat ini. Pemiiknya pun sudah akrab benar denganku. Namanya Abdurahman biasa kupanggil akrab A’maman, kupangil dengan sebutan Aa’ karna dia lebih tua dariku dan juga dia sering memberikan petuah-petuah kehidupan. Mulai dari soal hubungan kita sesama manusia sampai hubungan kita dengan tuhan, berdiskusi dengan Aa’ maman memang asik sampai-sampai bisa lupa waktu.
Hari sabtu, lagi-lagi hari yang sangat membosankan tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan. Aku memang tipe orang yang tidak mau menundah pekerjaan, makanya pekerjaan kantor sudah kuselesaikan jauh-jauhari sebelum menumpuk dan alhasil aku tidak punya pekerjaan di hari libur seperti ini. Biasanya yang kulakukan hanya membaca dan tidur-tiduran di ranjang untung-untung ada teman yang mau mengajak kelur atau mungkin aku punya inisiatif untuk keluar sendiri.
Hah.. malam ini aku keluar sendiri, teman-teman kantor sedang sibuk membahagiakan pasangannya masing-masing. Kata orang malam minggu adalah malamnya para pasangan menghabiskan waktu berdua. Dan itu memang benar adanya, di setiap sudut taman, pusat perbelanjaan, mall-mall, dan tempat rekreasi dipenuhi orang yang sedang kasmaran. Kadang aku selalu merasa iri ketika melihat pasanagn yang sedang berjalan sambil saling mengenggam tangan, hadeh terlalu alay takut pasangannya hilang kali; gerutu dalam hati.
18:05 Wita, aku sudah duduk di meja biasa tempat aku duduk sambil melihat jalan dan kerlap-kerlip lampu kota seolah ingin menandingi bintang atau memberi kode morse pada mahluk asing di luar angkasa sana. Persimpanagn jalan itu, tempat pertama kali aku melihatnya sekarang sudah sangat jauh berbeda. Sudah ada lampu warna-wanri yang menghiasai dan beberapa pertokoan besar yang dibangun disana. Sudah tidak sesuram dan segealp dahulu.
“sedang memandangi apa kal” tanya seseorang dari belakang sampai-sampai membuatku kaget. “Oahhh Aa’maman” sambil menoleh kebelakang “kenapa kaget? Hayo apa yang sedang kau lamunkan” tanyanya dengan mata curiga ”Cuma lagi ngeliatin persimpangan jalan sana, sudah banyak berubah” tegasku “iya memang persimpangan itu sudah banyak berubah” terangnya. Beberapa menit obrolan kami hening sambil memandangi jalan itu.
“ada yang kamu pikirkan?” tannya memecah keheningan “aku cuma mencoba mengingat-ngingat kenangan” jawabku kepada Aa’ maman “kenagan apa yang hendak ingin kau ingat kembali?” tanyanya lagi. Sebenarnya aku tidak ingin menceritakan hal ini kepada siapapun, aku selalu berfikir biarlah kenagan dan rasa sakit ini hanya jadi milikku. “coba ceritakan kalau memang itu pantas untuk diceritakan” sahutnya lagi yang melihat aku hanya diam “dulu aku jatuh cinta dengan seorang gadis” dengan menatap persimpangan jalan itu kembali “gadis itu pertama kali kulihat di persimpangan jalan itu” terdiam sejenak lalu melanjutkan cerita “namanya sarah” sambil membungkukkan kepala.
***