Mahasiswa memiliki peran penting sebagai penggerak perubahan dalam mengawal pesta demokrasi di Indonesia, salah satunya Pilkada 2024. Berkenaan dengan demokrasi yang semakin rentan terhadap praktik politik kotor, mahasiswa tidak hanya bertanggung jawab untuk menyuarakan suara rakyat, akan tetapi juga bertanggung jawab untuk menemukan, mengkritik, dan melawan berbagai penyimpangan yang merusak demokrasi. Mahasiswa bertindak sebagai garda terdepan dalam menanggapi praktik politik yang merusak proses elektoral, seperti politik identitas, politik uang, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam hal ini pun, teori eksistensialisme yang di gagas oleh Jean-Paul Sartre merupakan salah satu teori yang relevan, dikarenakan menekankan tentang kebebasan individu untuk memilih dan bertindak sesuai dengan tanggung jawab moral mereka terhadap sesama. Dengan demikian, mahasiswa memiliki tanggung jawab sebagai orang yang terdidik untuk tidak hanya menjadi penonton dalam proses politik tetapi juga untuk berpartisipasi secara aktif dalam menciptakan perubahan sosial yang lebih baik. Sartre menyatakan bahwa "kebebasan adalah beban", berarti seseorang harus memikul tanggung jawab penuh atas akibat dari keputusan yang mereka buat. Begitu pula, mahasiswa harus menyadari bahwa reaksi mereka terhadap politik kotor berdampak langsung pada keberlangsungan masa depan negara.
Selain itu, teori kritis politik Jurgen Habermas menawarkan perspektif yang kuat. Dalam tulisannya tentang ruang publik, Habermas menekankan betapa pentingnya komunikasi rasional dalam kehidupan politik, Habermas berpendapat bahwa hanya melalui diskusi terbuka yang memungkinkan seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa berbicara secara objektif dan bebas dari kepentingan pribadi, maka akan ada pola demokrasi yang benar. Untuk menentang segala bentuk korupsi atau praktik politik kotor yang hanya memperjuangkan kepentingan segelintir orang, mahasiswa harus menjadi agen diskursus dalam menghadapi Pilkada 2024.
Sebaliknya, Michel Foucault memberikan perspektif yang berpusat pada hubungan antara pengetahuan dengan kekuasaan. Foucault berpendapat bahwa kekuasaan tidak hanya ada di institusi resmi, tetapi juga dalam berbagai jenis pengetahuan dan wacana yang dibentuk oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Selama proses Pilkada, mahasiswa harus memiliki kemampuan untuk merekonstruksi wacana politik saat ini, mengidentifikasi bagaimana kekuasaan berfungsi, dan menanggapi cerita yang diciptakan oleh elit politik dari sudut pandang yang lebih kritis. Foucault mengingatkan bahwa kekuasaan selalu terkait dengan pengetahuan. Dalam konteks ini, mahasiswa harus memiliki pengetahuan alternatif, yang memiliki kemampuan untuk mengungkap praktik politik yang merusak dalam menjadi dasar dari tindakan yang tidak menyenangkan.
Mahasiswa harus melihat diri mereka sebagai bagian dari masyarakat dan politik, bukan sekedar individu yang mendapatkan pendidikan formal, dalam menghadapi Pilkada 2024. Mahasiswa dapat menjadi kekuatan moralitas yang mendorong transformasi dengan menginternalisasi karya Sartre, Habermas, dan Foucault. Oleh karenanya, mahasiswa tidak hanya bertindak sebagai pengkritik tetapi juga berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan masyarakat yang lebih adil, jujur, dan berintegritas pada Pilkada 2024. Akibatnya, mahasiswa tidak hanya mempertahankan demokrasi, tetapi juga membangun sistem sosial yang lebih baik.
Segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, manipulasi opini publik, politik uang, intimidasi pemilih, dan pengabaian prinsip keadilan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu, hal ini semua contoh dari malpraktek politik kotor. Dalam Pilkada 2024, ada kemungkinan bahwa berbagai tindakan dapat merusak integritas dan kredibilitas demokrasi. Tindakan pun dapat menyebabkan penundaan pembentukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Sebagai komponen intelektual, mahasiswa harus berperan sebagai pengawal yang memiliki kemampuan untuk mengevaluasi, membedakan, serta mengekspos setiap upaya yang berusaha menggerogoti substansi demokrasi.
Mahasiswa, dengan kemampuan akademik dan kecerdasan kritis mereka, dapat memainkan peran penting dalam mengurangi pengaruh politik yang merugikan melalui pendekatan kajian ilmiah secara komprehensif. Mereka dapat mengoptimalkan fungsi kampus sebagai wahana intelektual untuk mendalami dan mengkaji secara mendalam di berbagai masalah yang terkait dengan penyelenggaraan Pilkada serta berpartisipasi dalam penyebaran informasi yang objektif kepada masyarakat. Dengan mengambil bagian dalam diskusi, seminar, dan penelitian, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai masalah yang muncul dalam proses pilkada, serta membuat saran yang bermanfaat untuk memperbaiki sistem demokrasi.
Pentingnya peran mahasiswa dalam mengawal praktik politik kotor di Pilkada 2024 terletak pada posisi mereka sebagai agen perubahan yang tidak hanya mempelajari hal-hal akademis tetapi juga memiliki kesadaran sosial tentang situasi politik bangsa. Mahasiswa dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga proses demokrasi melalui edukasi terhadap masyarakat, keterlibatan dalam pengawasan, dan upaya preventif untuk menyuarakan nilai-nilai demokrasi. Sebagai bagian penting dari masyarakat, mereka memiliki kewajiban moral untuk memastikan Pilkada 2024 berlangsung dengan integritas, transparansi, dan akuntabilitas untuk mewujudkan pemerintahan yang benar-benar memenuhi aspirasi masyarakat.
Oleh : Wahyu Aji Saputra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H