Lihat ke Halaman Asli

WAHYU TRISNO AJI

Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Jangan Begitu, Tuanku

Diperbarui: 22 Agustus 2024   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hei tuanku. 

Kau dulu sepertiku, yang bisa duduk terperungkuk dihadapan tuan-tuan yang lain. Hanya bisa melihat estetika dalam fikiran penyembahan. 

Hai tuanku. 

Kau dulu sama seperti ku, yang hanya bisa lepas landas dari kecurangan hidup. Rasa-rasa takdir tidak pernah sama sekali bertamu. 

Kau dan aku seperti nya sama, tuanku. Mencari kebebasan untuk kebahagiaan, dimulai dari nyenyak tidur sampai dengan menyantap makanan. 

Tetapi, tuanku kenapa hari ini kau sudah tidak seperti dulu?.

Yang mengabdi bukan nama saudara,tetapi sama-sama manusia. Dulu kau begitu baik padaku, dan pada alam semesta. Bahkan dalam fikir sadarku, kau adalah sang penyelamat dari tidak nikmatnya kehidupan.

Tuanku..

Kenapa kau menjadi seperti itu, kau peduli sendiri saja pada egomu. Kau sekarang hanya tahu cara mendapatkan nikmatmu, tak peduli pelit dan sakit nya manusia yang pernah seperti mu dulu. 

Tuanku..

Cobalah melihat kebelakang, kau harus cepat-cepat sadar. Mereka membutuhkan mu yang dulu, cukup saja egoismu hari ini. Kami maafkan, jangan diterus-teruskan, kami cukup terbeban.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline