Lihat ke Halaman Asli

KRL, Kemerdekaan, dan Keluhan Berputar-putar

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam dua minggu ini, dua kali seorang karyawan di kantor kami ijin terlambat. Gara-garanya KRL yang mengangkutnya dari Bogor ke Jakarta mengalami gangguan. Minggu lalu anjlok, lalu minggu ini ada kereta yang mogok. Sebelum-sebelumnya yang sering adalah gangguan listrik, bahkan kadang juga tubrukan. Ribuan orang terlambat ke Ibu Kota untuk bekerja, padahal Bogor sudah menjadi kota penopang bagi Jakarta, sebagai pilihan tempat bermukim para pekerjanya.

Secara personal, sebenarnya saya sungguh sudah tak ingin mengeluh tentang keadaan negeri ini. Inilah negeri kita tercinta, tumpah darah yang karena dijajah sekian lama ingin merdeka hingga bertaruh nyawa. Inginnya semua menjadi lebih baik karena diurus sendiri, seluruh rakyat menjadi lebih sejahtera karena semua potensi dan kebutuhan bisa diolah dan dicukupi oleh bangsa sendiri. Tapi kok malah tidak beres2? (Tapi jangan bilang bangsa kita bodoh!).

Seharusnya saya dan mungkin juga Anda memang harus lebih banyak bersyukur karena itu. Tetapi apa-apa yang serba bermasalah kadang lebih sering memancing kita untuk mengeluh dari pada menikmati fasilitas sambil kipas2.

Memangnya salah kalau orang mengeluh? Tidak juga. Karena kita (baca = masyarakat) punya bagian sendiri2. Kita punya pemerintah yang kita pilih dan tunjuk. Mereka kita biayai dari uang pajak. Bahkan kalau kurang, kita bolehkan mereka berhutang, lalu hutangnya kita bantu bayar lewat berbagai retribusi dan lagi2 pajak. Pemerintah kita beri keleluasaan seluas2nya untuk berpikir, memanfaatkan, dan mengeloa bangsa dan negara ini.  Kalau kita yang pada nantinya diberi giliran untuk memerintah, seharusnya kita pun seperti itu. Dan masyarakat, bagiannya memang mendukung, tidak melanggar peraturan, membayar pajak, dan menjadi pemilih setiap lima tahun.

Tapi saya lihat 60 tahun lebih merdeka kita tak terlalu ke mana2. Jaman Belanda dulu ada trem yang cantik di kota2 besar, ada sungai2 yang bersih, dan jalan2 yang tertib. Jepang pun sebagai mantan penjajah kita sudah ke mana2 perginya.  Kita pun bisa mengeluh lebih hebat karena ada teknologi informasi yang memungkinkan kita bisa menengok negara tentangga atau yang jauh di sana tanpa harus ke sana. Melirik Singapura dengan ketertibannya, yang sudah punya ini itu. Apa salah kalau lalu muncul iri diam2.

Ah, saya jadi bingung dengan tulisan ini akibat banyaknya masalah di negeri yg saya diami sejak lahir (dan belum pernah semenitpun saya tinggalkan ke luar negeri).  Ayolah, apa yang bisa saya, Anda, dan kita bantu, ... kita bantulah negara ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline