Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa dengan "Tanah Surgaku"?

Diperbarui: 8 September 2021   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Mungkin kita semua telah melihat keramaian yang sekarang beredar di sosial media, cukup ngeri jika sebuah kritikan dibatasi. Dimana letak kebebasan berpendapat ? Kawan kawan mahasiswa yang sering dikasih lebel agen of change, sebagai jembatan antara aspirasi masyarakat untuk pemerintah. Ketika kebebasan berpikir dalam suatu akademik dibatasi, tapi ini lah mahasiswa, yang tidak akan gentar menyuarakan kebenaran, meski resikonya besar tidak akan membuat nyalinya ciut, seperti dalam lirik lagu fajar merah "karena kebenaran akan terus hidup sekalipun kau lenyapkan kebenaran Takan mati aku akan tetap ada dan berlipat ganda siapkan barisan dan siap tuk melawan" begitulah mahasiswa, Takan berhenti bersuara.

Pemerintah seharusnya bisa memposisikan diri sebagai rakyat secara umum ketika membuat suatu RUU, politisi yang menjadi peran utama seharusnya mengerti apa yang dibutuhkan untuk rakyatnya, cukup heran memang ketika Politisi bermental tempe jika di kritik malah sensitif, bukannya mencoba memahami kritikan yang ia terima. Ketika kritik dianggap hinaan, berarti ada yang salah dengan dirinya, atau mungkin ia lupa esensi esensi murni dari bangku jabatannya. Atau sumbunya yang terlalu pendek ? Entah lah aku hanya mengarang saja, di Negara ini tidak ada yang seperti itu kayaknya

Sebetulnya kebijakan-kebijakan yang dirancang dari matahari yang mulai terbit hingga menjelang terbit lagi itu untuk kemakmuran siapa ? Oh jelas untuk rakyat, tapi rakyat yang mana ? Saat masih dibangku SD saya sering mendengar kata kata tanah kita tanah surga, sumber daya alamnya luas, ragam pula budayanya, andapun mungkin pernah mendengar kata kata itu. Iya kata kata itu tidak salah, tanah kita memang tanah surga, tapi surga bagi siapa

Tanah surga ini malah dijadikan ladang untuk sebagian orang yang duduk di kursi kekuasaan, untuk mereka yang bertindak seenaknya, untuk mereka yang tergiur nafsu duniawi, untuk mereka yang lupa memanusiakan manusia. Berapa rakyat yang kehilangan pekerjaannya sebagai petani ketika sawahnya tersentuh oleh letak strategis untuk membangun sebuah kawasan industri, berapa rakyat yang keadilannya malah di kebiri, berapa rakyat yang kehilangan istana sederhananya karena di gusur, berapa rakyat yang menjadi korban keserakan oligarki

Jika sudah membaca jangan dianggap serius, saya hanya sedang membual dan berkhayal tentang tulisan saya, pemerintah di negeri kita saya rasa mengutamakan kesejahteraan rakyat, salut.

BISMILLAH KOMISARIS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline