Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Afandi

Usaha tidak akan menghianati hasil

Sewu Kupat Sunan Muria Bak Primadona di Setiap Bulan Syawal

Diperbarui: 20 Juni 2019   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Tradisi sewu kupat adalah sebuah tradisi masyarakat lereng Gunung Muria, tepatnya di desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus di setiap tahunnya. Tradisi tersebut dilaksanakan di setiap tanggal 7 Syawal. 

Tradisi sewu kupat yang dalam bahasa Indonesia adalah seribu ketupat merupakan bentuk rasa syukur warga setelah menjalani ibadah puasa Ramadhan selama sebulan, diwarnai dengan prosesi kirab gunungan Seribu Ketupat Kanjeng Sunan Muria.

 Tradisi Seribu Ketupat dimaksudkan untuk melestarikan budaya, dan mempromosikan budaya Kabupaten Kudus. Serta memberi hiburan kepada masyarakat karena tradisi tersebut selalu dinantikan oleh seluruh masyarakat setiap tahunnya.Menurut para tokoh masyarakat di sekitar Colo, tradisi tersebut adalah upaya untuk melestarikan budaya leluhur desa setempat. 

Kegiatan tersebut adalah sebagai sarana untuk mendapatkan keberkahan dari Waliyullah Raden Umar Said (Sunan Muria). Bahkan pengunjung tidak hanya dari Kudus saja, melainkan dari banyak dari  kota lain.

Acara di awali dengan pembacaan doa-doa atau manaqib di H-1 bertempat di Makam Sunan Muria. Kemudian di pagi harinya gunungan-gunungan ketupat dikumpulkan dari desa-desa yang ada di kecamatan Dawe. Gunungan tersebut berisi ketupat, lauk-pauk, makanan khas Colo, dan sebagainya. Gunungan ketupat yang berjumlah sangat banyak tersebutlah yang menjadikan tradisi tersebut dinamakan Tradisi Sewu Kupat.

Mengenai kirab gunungan yang terdiri atas susunan seribu ketupat dan ratusan lepat (jenis makanan dari ketan) diarak dari rumah kepala desa setempat menuju Masjid Sunan Muria.
Selanjutnya ritual ziarah ke Makam Sunan Muria, dilanjutkan dengan minum air dan cuci kaki serta tangan dengan air dari gentong peninggalan Sunan Muria dan penyerahan ketupat gunung dari Ketua Yayasan Makam Sunan Muria kepada rombongan.

Di lokasi terakhir tersebut, ribuan  warga menanti sejak pagi memadati Taman Ria Colo untuk memperebutkan gunungan Seribu Ketupat yang telah didoakan oleh tokoh agama setempat. Mereka memperebutkan isi gunungan dengan tujuan mendapatkan berkah (Ngalap Berkah) dari Kanjeng Sunan Muria.

Kirab diiringi tetabuhan Terbang Papat. Seluruh penyelenggara acara mengenakan pakaian adat lengkap dengan ikat kepala. Mereka memanggul gunungan dan diletakkan di depan panggung. Kemudian, acara dilanjutkan dengan berbagai kesenian Setelah itu, perwakilan desa mendoakan acara di muka panggung. Selain menyajikan seribu ketupat, dalam perayaan tersebut juga melibatkan 1.000 warga yang juga bisa menikmati sajian ketupat dan lepet gratis karena disiapkan 1.000 bungkus.

Perhelatan budaya warga masyarakat di lereng Gunung Muria ini selalu ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik dari lokal Kudus bahkan hingga luar Kudus. Hal inilah yang menjadi alasan bagi pemerintah dalam memberikan kebijakan bahwa tradisi Sewu Kupat harus tetap dilestarikan. Sehingga dapat turut serta memajukan perekonomian masayarakat dan juga menambah pendapatan pemerintah melalui pajak retribusi masuk daerah Colo tersebut.

Harapan untuk kedepannya adalah tradisi Sewu Kupat harus tetap dilestarikan dan dijaga eksistensinya. Upaya tersebut dalam rangka mempromosikan budaya Kudus yang nantinya akan menjadi salah satu destinasi wisata di setiap tahun khususnya di bulan Syawal atau yang sering disebut dengan tradisi Kupatan. Dengan semakin ramainya destinasi wisata di daerah Colo akan menambah pendapatan pemerintah.

 Selain itu juga sebagai wujud bakti kepada para auliya' Allah khususnya Kanjeng Sunan Muria, karena acara tersebut juga dibarengi dengan pembacaan doa-doa dan menziarahi makan Sunan Muria.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline