Lihat ke Halaman Asli

Pelanggaran Kode Etik Advokat yang Menelantarkan Klien dan Memberi Keterangan Palsu Atas Kasus yang Sedang Ditanganinya

Diperbarui: 28 Oktober 2022   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertama yang harus kita ketahui dan kita pahami, apakah itu advokat? Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik itu di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003.

Adapun jasa hukum yang diberikan oleh seorang advokat meliputi :

  • Memberikan konsultasi hukum
  • Memberikan bantuan hukum
  • Menjalankan kuasa
  • Mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Setelan Undang-Undang Advokat mulai diundangkan, yang dinyatakan sebagai advokat adalah :

  • Advokat;
  • Penasihat hukum;
  • Pengacara praktik; dan
  • Konsultasi hukum;

Dalam kasus advokat yang melanggar kode etik yakni dengan cara menelantarkan dan memberi keterangan palsu kepada kliennya, ini sangat jelas sudah melakukan pelanggaran kode etik advokat yang tertuang dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengatakan bahwasanya advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya. Lalu, di dalam Pasal 4 huruf b Kode Etik Advokat Indonesia, disebutkan bahwa advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

Tentunya dalam pelanggaran kode etik Advokat ini, menurut Perhimpunan advokat Indonesia (PERADI). Seharusnya advokat yang melanggar kode etik tersebut harus dilaporkan kepada Majelis Dewan Kehormatan untuk dapat diperiksa dan diadili. Hal tersebut akan sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (5) Undang-Undang Advokat mengenai tata cara pengaduan dugaan pelanggaran kode etik advokat. Dalam kasus ini, advokat yang menelantarkan dan mengabaikan kepentingan klien dapat dikenai tindakan sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang Advokat dengan alasan :

  • mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
  • berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
  • bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
  • berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
  • melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela;
  • melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

Tindakan atau sanksi bagi advokat yang menelantarkan klien yang dijatuhkan oleh DKOA menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Advokat, diantaranya:

  1. Teguran lisan;
  2. Teguran tertulis;
  3. Pemberhentian sementara dari profesinya selama tiga sampai dua belas bulan;
  4. Pemberhentian tetap dari profesinya.

Menurut ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) KEAI :

Apabila seorang klien merasa dirugikan atas tindakan dari Advokat, maka ia dapat membuat pengaduan secara tertulis yang disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Daerah/Cabang di mana Advokat teradu terdaftar sebagai anggota atau kepada Dewan Pimpinan Nasional.

Pelanggaran ini terjadi karena rendahnya integritas professional dan moral dari seorang penegak hukum sehingga bagi penegak hukum yang belum dapat mencapai integritas ini tentunya saat mereka menjalankan tugasnya akan tidak baik dan akan cacat proses, inilah yang seharusnya diperbaiki, yaitu memberbaiki dari sumber daya manusia nya terlebih dahulu sehingga aturan yang sudah dibuat akan teraktualisasikan dengan baik oleh para penegak hukum.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline