Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Mencicipi Sayur Sintrong dengan Bumbu Rujak

Diperbarui: 7 November 2020   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencicip sayur sintrong dengan bumbu rujak. | Foto: Wahyu Sapta.

Sudah akhir pekan lagi nih. Rasanya baru kemarin, eh, sekarang sudah akhir pekan lagi. Waktu demikian cepat berlalu, ya? Tahunya sudah hari Sabtu, lalu Minggu, eh, Sabtu lagi. Tentu saja usia semakin bertambah. 

Maunya sih muda terus, tetapi itu berarti harus berbohong pada diri sendiri, bukan? Jadi, nggak usah dipikirin deh, nanti cepat tua. Lha kok, malah...? Hahaha...

Nah, bicara tentang akhir pekan nih, daripada pikiran berkecamuk, bingung berkutat pada pekerjaan, kesibukan rutin, nah, dibawa senang saja. Mending mencari pengalaman baru yang positif, having fun, bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal. Sesekali, kan? Tidak tiap hari.

Misalnya, mencari bibit bunga kesayangan ke tempat yang adem alias daerah dingin. Seperti pengalaman saya, tanpa sengaja bertemu hal baru. Saat mencari bibit bunga sepatu warna kuning, eh malah bisa mencicipi sayur sintrong. Kan aneh. Hahaha... Iya, jika saya tak berkunjung ke tempat itu dan tidak bertemu dengan penjual bunga, seumur-umur tidak bisa mencicipi sayur sintrong ini. 

Tanaman liar yang s(e)trong ini cepat tumbuhnya. Kadang dianggap gulma karena mengganggu tanaman utama. | Foto: Wahyu Sapta.

Memang apaan sih sayur sintrong itu? Saya juga baru tahu setelah saya bertanya pada ibu penjual bunga dan googling di internet. Sintrong atau bisa juga disebut Junggul, adalah tanaman gulma yang biasa hidup di tanah-tanah kosong di sela-sela tanaman lainnya.

Daun sintrong itu seperti ini loh! | Foto: Wahyu Sapta.

Tanaman kuat alias s(e)trong yang cepat bertumbuh, jika dibiarkan akan menjadi banyak. Bagi petani, tumbuhan liar ini amat mengganggu pertumbuhan tanaman utama yang dirawat. Karena bibit tanaman utama, nantinya akan dijual. 

Sintrong tumbuh liar di sela tumbuhan lainnya atau bisa juga di tanah lapang yang kosong tidak terawat. | Foto: Wahyu Sapta.

Saya melihat ada dua orang ibu yang sedang berjaga. Sambil melayani pembeli, mereka juga membersihkan tanaman gulma. Lalu sebagian tanaman itu ada yang disisihkan dan dimasukkan ke dalam tas kresek. 

Saya penasaran. Kok tidak dibuang? Biasanya mereka membakarnya, setelah dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah lobang agar apinya tak mengganggu tanaman hidup lainnya. Lalu saya bertanya, ini untuk apa?

"Yang ini beda, bu." katanya.

"Memang apa bedanya?" tanya saya.

"Ini tanaman sintrong. Bisa dimasak, untuk sayuran. Setelah dicuci bersih, kemudian direbus. Cuma direbus saja sebentar, bu. Bisa diolah menjadi sayur urap, pecel, atau bumbu rujak. Orang sini biasa memasak daun sintrong. Coba deh ibu cari di pasar. Tidak akan ada. Karena tidak dijual di pasar." jawabnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline