Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Daripada Berhitung Kesalahan, Lebih Baik Saling Bermaafan

Diperbarui: 22 Mei 2020   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Saling bermaafan. Sumber gambar: Republika.co.id

Sekarang cobalah berhitung. Berapa kesalahan yang telah kita perbuat kepada orang lain selama satu tahun terakhir ini? Baik yang sengaja ataupun yang tidak kita sengaja? Sepuluh? Dua puluh? Atau tak terhitung? Itu baru perbuatan kesalahan pada satu orang saja. Bagaimana jika dua orang, tiga orang, atau lebih? Seabreg. Tak terhitung!

Jika kita menghitung kesalahan itu pasti akan pusing sendiri. Betapa kita sering melakukan kesalahan. Ya, ya. Memang manusia tempat salah dan alpa. Itu adalah hal yang manusiawi.

Lalu, bagaimana cara menebus kesalahan itu? Meminta maaf? 

Ya. Dengan meminta maaf, diharapkan kesalahan itu tidak menjadi ganjelan hati dan plong. Karena kedua belah pihak saling melapangkan hati untuk siap menerima dan meminta maaf. Tentu saja harus dibarengi konsekuensi untuk tidak melakukan kesalahan kembali, ya. Biar lebih afdol.

Tetapi, namanya juga manusia. Baru saja meminta maaf, eh, sudah melakukan kesalahan kembali. Lalu berhitung kesalahan itu lagi. Seabreg lagi. Pusing lagi. Meminta maaf lagi. Dan seterusnya...

Nah, daripada selalu menghitung kesalahan yang pastinya banyak, lebih baik saling bermaafan saja, yuk. Mumpung lebaran sebentar lagi. InsyaAllah satu hari lagi.

Saling bermaaf-maafan lebarkan hati, tanpa menghitung berapa kesalahannya dan kesalahan kita. Jadikanlah perhitungan itu menjadi kosong-kosong. Nol, ya! Begitu katanya saat bersalaman di saat lebaran. 

Lebaran memang identik dengan saling bermaafan. Tradisi saling bermaafan ini sudah lama ada. Bersilaturahmi ke orang tua, saudara, tetangga, kerabat, teman, untuk meminta maaf. 

Memaafkan merupakan sikap mulia yang amat dianjurkan dalam agama Islam. Seberat atau sepedih apa pun manusia mengalami dampak akibat kesalahan yang dilakukan orang lain, Allah SWT tetap memerintahkan setiap hamba untuk melapangkan dada terhadap kesalahan sesama.

Yang muda santun kepada yang lebih tua. Sedangkan yang lebih tua sayang pada yang lebih muda. Tradisi ini memang khas masyarakat Indonesia. 

Pada akhirnya, memaafkan dan meminta maaf hendaknya menjadi kesadaran bersama bahwa setiap kejadian di muka bumi ini telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Setiap peristiwa di dunia merupakan ketetapan Allah yang tak seorang pun bisa menolaknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline