Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Rinduku, Rindumu, Terhalang Covid-19

Diperbarui: 29 Maret 2020   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Shutterstock

Malam itu, beberapa hari lalu, ketika saya mendengar berita di pesan-pesan WAG baik grup keluarga maupun grup teman sekolah, langsung tidak bisa tidur. Beritanya adalah salah satu anggota DPR RI meninggal dunia karena positif Corona. 

Padahal sebelumnya menghadiri senam bersama bersama pegawainya, berbagi masker dan hand sanitizer ke pasar-pasar bersama masyarakat dan dokter RS yang dimiliknya, di Kota Pati, daerah asalnya. 

Anggota DPR RI yang meninggal karena Covid-19. Sumber gambar: Grup WA.

Lokasi pasar dan RS miliknya itu berdekatan dengan rumah masa kecil suami. Alias rumah mertua. Bahkan RS yang dimiliki almarhum hanya beberapa meter saja. Apa tak cemas? Bagaimana dengan keadaan ortu yang sudah sepuh? Kebetulan juga beberapa saudara, kakak, adik, keponakan, ada tinggal satu kota dengan lokasi. Lalu bagaimana kondisi mereka? 

Apalagi sudah menjelang tengah malam, ingin menelpon juga tidak tega. Tetapi ada kakak yang bisa dihubungi, sehingga kecemasan mereda. 

Esok harinya, kawasan tersebut langsung zona merah. Pasar juga langsung ditutup untuk tujuh hari ke depan. Saya menerima kiriman video yang menggambarkan pasar masih penuh dagangan, dipaksa untuk tutup. Aduh, rasanya tidak tega melihat. 

Pasar Puri Pati tanggal 28 Maret 2020 langsung ditutup hingga 7 hari kedepan karena kasus corona, ketika dagangan masih banyak. Tidak tega melihatnya. (Sumber gambar: grup WA).

Jalan-jalan yang pernah dilalui ketika bertemu dengan warga disemprot dengan desinfektan. Apalagi penduduk yang tinggal di dekat lokasi,  mereka langsung merasa was-was dan cemas. 

Jalan-jalan yang pernah dilalui oleh almarhum langsung disemprot desinfektan. (Sumber Gambar: Grup WA).

Lokasi kampung tengah kota bahkan memberlakukan lockdown dengan menutup jalan masuk kampung dengan bambu. Warga luar kampung tidak boleh masuk kecuali warga setempat. Hal ini terjadi karena kecemasan yang tinggi.

Kampung tengah kota menutup dengan bambu, melarang warga kampung lain untuk melintas. (Sumber gambar: grup WA).

Mereka menyesalkan, mengapa justru tokoh masyarakat yang awalnya menggaungkan bahayanya covid-19, malah yang menyebarkannya? Kota kecil ini yang biasanya adem ayem, mendadak ramai, cemas, takut, dan saling curiga. 

Belum lagi tracking orang-orang yang pernah bertemu dengan tokoh tersebut sebelum meninggal. Bagaimana dengan mereka? Mereka seolah dijauhi, karena warga takut tertular.

Hal ini juga lah yang membuat kami jengkel. Bagaimana tidak? Kami sekeluarga menahan rindu kepada orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di sana. Sudah tiga minggu tidak berkunjung. Hanya untuk menjaga jarak atau physical distancing. Menjaga aman. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline