Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Kupat Blengong yang Tak Bikin Bengong

Diperbarui: 21 Januari 2020   05:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu porsi Kupat Blengong, yang dinikmati bersama sate bumbu semur pedas dan blengong goreng. Sedaaap...! (Dok. Wahyu Sapta).

"Pernah ada pembeli yang khusus datang dari Semarang melewati jalan tol, hanya untuk menikmati Kupat Blengong ini."

Hari Minggu kemarin (19/01/20), saya mengunjungi Pagerbarang Tegal. Ada kepentingan di sana untuk bertemu dengan seseorang. Dari Semarang saya berangkat pagi, berdua dengan suami. Pukul 05.30 berangkat dari rumah. 

Kurang lebih dua jam ketika sampai di pintu keluar Tol Adiwerna Tegal. Ongkos yang dipotongkan ke kartu tol saya sebesar 141.000 rupiah, yang terhitung dari Pintu Tol Kalikangkung. Tetapi jika dari pintu masuk Tol Kota, masih ditambah 5.000 rupiah. 

Jembatan Merah di Weleri, lokasi di area dalam jalan tol. (Dok. Wahyu Sapta).

Karena belum sarapan dari rumah, maka saya sempatkan berhenti di Rest Area 360 untuk sarapan. Harga yang dibandrol lumayan di atas rata-rata. Air mineral saja, yang biasanya 3.000 rupiah menjadi 7.000 rupiah. Dua kali lipat lebih. Saya sih memakluminya, karena memang berada di lokasi yang jauh dari tempat biasanya.

Kemudian saya meneruskan perjalanan. Saya menuju ke Pagerbarang Tegal harus melewati Jatibarang Brebes. Itu jarak terdekat yang ditunjukkan oleh Google Maps saat saya meminta bantuannya. Ini adalah kali pertama saya mengunjungi lokasi tersebut. Meskipun jalan yang harus ditempuh masih terasa asing, berliku, tetapi tetap saya ikuti. Dan Alhamdulillah sampai juga di tempat yang dituju. Tentu saja dengan meminta share location sebelumnya, agar arahnya tidak nyasar.

Setelah urusan selesai, hari sudah menjelang siang. Saya bertanya, "Selain tahu aci dan soto tauto, apa makanan khas lainnya dari kota Tegal?" Karena memang dua-duanya, sudah pernah saya rasakan.

Lalu salah seorang dari kami bertiga menjawab, "Kita coba Sate Blengong yuk,"

"Eh, makanan apaan tuh?" Saya bertanya sambil bengong. Apakah Blengong itu adalah bagian dari bengong? Lalu dijawabnya, "Bukaaan...." 

Karena kepo, maka saya iyakan saja. Yang ada di benak saya, Blengong adalah nama sebuah tempat. Duh, jangan-jangan nanti sate kambing? Padahal ada yang tidak boleh makan daging kambing. Saya kemudian searching di google. Ternyata Blengong adalah hewan hasil perkawinan antara bebek dan mentok (entok). Sejenis unggas, bukan kambing seperti dugaan saya. Hahaha... Baiklah, saya lega. 

Daging Blengong banyak ditemukan di Kota Tegal dan Brebes. Di kota lain hampir tidak ada. O, pantas saja, saya baru mendengarnya. Padahal daging unggas ini sudah lama ada sejak tahun 1970, loh. Berarti saya yang kurang piknik ya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline