Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menikmati Keindahan di Perbukitan Kebun Teh Medini Limbangan Kendal

Diperbarui: 9 Agustus 2019   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan dari atas Kebun Teh Medini. Kota Semarang tampak dari kejauhan. Gradasi warna biru kehijaun. (Dok. Wahyu Sapta).

Keindahan alam yang mempesona, adalah suatu anugerah kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Ada sebuah rasa syukur, ketika kita berada pada tempat dimana kita bisa rileks dan menikmati apa yang ada di depan mata.

Seperti pemandangan di atas bukit. Bagai sebuah nyanyian, bahwa saat kita berada di atas bukit, maka segala keindahan yang ada di bawahnya akan menjadi sebuah warna gradasi. Antara warna hijau, biru dan abu-abu, yang kadang kemerahan karena kita memandangnya pada saat senja hari.

Jalan bebatuan ini licin, sedikit mendaki. Maka lebih baik untuk menuju kebun teh adalah berjalan kaki. ( Dok. Wahyu Sapta).

Seperti pemandangan alam dari atas bukit di Kebun Teh Medini, Limbangan Kendal Jawa Tengah. Takjub! Pasti kita akan menyebut nama Tuhan, betapa kenikmatan itu nyata. Udara yang bersih, hawa yang adem, serta alam yang tak berdusta. Meskipun untuk mencapai ke sana, bukan hal yang mudah. Karena harus mendaki, melewati jalan terjal dan berbatu. Juga licin. Jika tidak biasa, maka akan menjadi sedikit ngeri dan takut.

Jalan yang dilalui bebatuan dan berkelok, juga naik ke atas bukit. (Dok. Wahyu Sapta).

Padahal jika sudah sampai ke tempat yang dituju, maka kita akan melupakan kesulitan tadi. Ternyata kita merasa, tak pernah ada perjalanan yang sulit, karena impas dengan apa yang kita peroleh. Tak ada kata menyesal, bahkan rasa syukur, bahwa keindahan alam yang ada begitu indah dan mempesona.

Ketika sampai lokasi, adalah rasa syukur yang terucap. Karena bisa menikmati pemandangan yang indah. (Dok. Wahyu Sapta).

Ketika saya ke sana, dengan naik sepeda motor berboncengan. Harus mempersiapkan nyali. Jalannya mendaki lumayan tinggi, berkelok dan bebatuan. Apalagi bagi yang tidak biasa naik sepeda motor. Ini adalah suatu pengalaman yang tak akan terlupakan. Sungguh amazing.

Pada akhirnya, motor harus diparkir, dan kita berjalan kaki. Untuk mencapai kebun teh, naik dengan jalan kecil setapak, dari tanah, dan banyak berlobang. Harus hati-hati. Untuk itu lebih baik berjalan kaki, meskipun harus siap capek.

Dengan berjalan kaki, lumayan capek, tetapi bahagia. (Dok. Wahyu Sapta).

Bertemu dengan penduduk sekitar, lalu menyapanya. Berfoto sejenak, bisa memberikan efek bahagia dan berbagi kebahagiaan. Mereka senang bisa berinteraksi dengan orang lain selain penduduk sekitar. Kitapun berbahagia, karena bisa berbagi.

Menikmati kebersamaan dengan menghirup udara segar. (Dok. Wahyu Sapta).

Juga ketika melihat bebungaan. Meski bunga liar, tetap akan memberikan keindahan. Bunga-bunga kecil, jika dipandang dan berbunga banyak, hem. Disetiap kelopaknya bisa memberi arti dan filosofi tentang hidup. Bagaimana ia mampu bertahan, berbunga kemudian layu. Lalu digantikan oleh generasi bunga lainnya. 

Bunga liar. Meskipun kecil, tetap menampakkan keindahannya. (Dok. Wahyu Sapta).

Begitulah kehidupan. Ada yang datang dan ada yang pergi. Semua telah melalui fitrahnya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Kita tak kan mampu melawan kodrat, karena apa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa itulah yang terbaik. Kita hanya bisa menjaganya agar tak berjalan melebihi jalur kodrat yang ada.

Kecantikan bunga liar berwarna ungu. (Dok. Wahyu Sapta).

Air yang mengalir tiada henti, layaknya sebuah aliran tak bertutup. Aliran air dari atas, mengalir ke bawah. Begitulah hukum yang berlaku untuk air. Tak pernah ia mengalir ke atas kecuali dengan bantuan peralatan modern seperti pompa. Tetapi sejatinya air adalah turun ke bawah, mengaliri sekitarnya. Dan akan terus mengalir ke bawah hingga menemui muara. Memberikan kehidupan bagi makhluk hidup sekitarnya ke bawah dan bawahnya lagi.

Air yang mengalir tak pernah berhenti. (Dok. Wahyu Sapta).

Seperti layaknya manusia, bahwa ketika ia berada di posisi atas dengan segala harta yang dimilikinya, maka ia wajib mengalirkannya ke bawah. Karena sesungguhnya harta yang dimilikinya itu bukan untuk dirinya sendiri. Harta itu juga milik orang lain di bawahnya. Aliran yang deras darinya, akan mempengaruhi perputaran air yang dimilikinya. Hukum alam akan memenuhi janjinya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline