Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Cerpen | Menarilah Denganku, Cha!

Diperbarui: 19 Juli 2019   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: www.aliexpress.com

Sebelumnya.

Aku kehilangan jejaknya. Tidak tahu lagi harus mencari kemana. Bahkan studio miliknya yang biasa aku sambangi sekarang sepi. Tidak ada tanda-tanda bahwa di sini pernah ada studio tari besar miliknya.

Aku menangis sejadinya. Bunyi sesegukan bahkan bisa terdengar jelas. Dan aku akan tetap meraung, jika saja Intan tak menghentikannya agar tidak menangis.

"Sudahlah kak. Nanti kita bertanya pada teman kakak yang tahu keberadaannya. Kakak masih capek, setelah kemarin siang tiba dari jauh."

Intan memelukku. Terasa nyaman. Meski ia masih berusia muda, jauh di bawahku. Entah mengapa di saat seperti ini, ketika aku membutuhkan bahu buat bersandar, ia bisa membuatku sedikit lega. Padahal aku hanya meninggalkannya tiga tahun. Tetapi Intan bisa menjadi lebih dewasa. Ia telah menjelma menjadi gadis rupawan dan lebih tinggi menjulang.

Intan sudah memasuki SMA. Sedangkan saat aku meninggalkannya masih SMP. Waktu demikian cepat bisa merubahnya. Dulu, saat aku masih bersamanya, ia masih manja dan bergantung padaku. Apalagi sudah tak ada orang tua yang bisa membimbingku dan dia. Tetapi ia berjanji, akan tetap kompak denganku, dua bersaudara.

Dulu ia pernah memprotes, mengapa aku terlalu sibuk menari. Ia merasa aku melupakannya. Ia menganggapku sebagai pengganti mama papa. Sedangkan aku kakaknya, yang juga sedang mencari jati diri.

Tetapi masa-masa itu telah bisa terlampau dengan baik. Sehingga ada kesepakatan, bahwa kegiatanku adalah untuknya. Aku mencari nafkah dengan menari untuknya. Setelah orang tua kami meninggal karena kecelakaan.

Jiwaku memang untuk tarian. Dan tarian itu... ah, mengingatkanku pada Sandy. Pemilik studio tari terbesar di kota ini. Dan sekarang, entah kemana dia. Terakhir bertemu dengannya, ketika ia mengantarkanku ke bandara, untuk terbang ke Singapura. Memenuhi beasiswa yang aku idamkan sejak lama. Dan aku belajar selama tiga tahun mendalami tarian, sesuai dengan jurusan yang kusuka.

Memang, selama di sana, aku mengalami kesulitan untuk menghubungi Sandy, karena demikian padatnya jadwal kuliah. Hingga akhirnya, sama sekali kehilangan kontak. Aku percaya padanya, bahwa suatu saat aku akan menemuinya dan mempersembahkan kelulusan dengan nilai gemilang padanya, dan datang ke studio miliknya.

Aku mendambakannya. Sungguh, aku sangat terobsesi padanya. Saat ia begitu pandai dan lentur saat menari. Jiwanya seperti menyatu pada tarian itu. Ia juga fasih membuat koreografi yang pas dengan musik yang sesuai tarian. Sehingga selalu penuh penonton, saat mengadakan performa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline