Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

[RTC] Atifa, Jiwa yang Penuh Kasih Sayang

Diperbarui: 15 Januari 2019   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pixabay.com

Atifa menghela nafas dalam-dalam. Lega. Hari ini ia selesai menunaikan amanah yang diembannya dari para donatur. Besok masih banyak yang harus ia lakukan. Sebagai relawan.

Sebenarnya ia enggan meminta belas kasihan pada orang lain. Tetapi, ini bukan buat dirinya sendiri. Melainkan untuk para korban bencana yang baru saja terjadi di sekitar tempat tinggalnya. Ia memang menerima sumbangan dalam bentuk apapun. Kemudian ia teruskan kepada para korban.

Setelah kejadian yang menghentakkan hati dan meluluh lantakkan seluruh penghuni pulau ini, ia banyak dihubungi oleh teman-teman di grup Whatsapp. Baik teman sekolah maupun teman kuliahnya dulu. Lalu mereka beramai-ramai menyumbangkan apa yang mereka punyai dengan ikhlas dan menitipkannya pada Atifa. Sebagai wujud empati kepada para korban gempa.

Ya. Memang, ia juga termasuk korban. Tetapi dirinya masih memiliki keberuntungan jika dibanding tetangga dan orang di sekitarnya. Ia masih diberi kesehatan dan tak memiliki luka yang cukup berarti. Hanya luka lecet yang menempel di kakinya. Ia tak merasakan kesakitan itu.

Bahkan hatinya lebih merasa teriris sakit, saat melihat Angga tetangganya yang masih berumur lima tahun harus mengalami patah kaki. Sedang ibu Angga mengalami memar di sekujur tubuhnya, akibat tertimpa atap rumah yang tergoncang oleh gempa dua hari lalu.

"Atifa, gimana keadaan kamu? Kami semua di sini mencemaskanmu."

Pesan yang ia terima dari mamanya. Atifa menjawab, bahwa ia baik-baik saja. Keluarga yang ada di rumah menjadi bingung dan cemas.

Atifa sendiri, sebenarnya sedang bertugas dan bekerja, jauh dari rumah dan keluarga yang berbeda pulau. Ia yang berprofesi sebagai guru, kebetulan ditempatkan di kota ini. Belum lama. Baru satu tahun.

Ia menyewa rumah kecil yang dihuninya bersama teman seprofesi satu sekolah. Hani. Yang berasal dari kota yang berbeda. Tetapi di sini ia sudah seperti saudara.

"Atifa, sebaiknya kamu pulang, nak. Di sana masih rawan gempa dan mama khawatir sekali dengan keadaanmu."

"Mama, Atifa nggak papa. Banyak hal yang bisa Atifa kerjakan di sini untuk membantu mereka sebagai relawan daripada harus pulang ke rumah. Mereka membutuhkanku, ma."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline