Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Merindui Ramadan

Diperbarui: 12 Juni 2018   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: sayidaty.net

Begitu cepat waktu berlalu. Tak terasa sudah hampir memasuki lebaran. Padahal belum puas rasanya bercengkerama dengan ramadan. Tetapi ramadan akan segera berlalu. Masih rindu rasanya. Betapa ramadan itu memberikan sebuah rasa, tak ingin ditinggalkan. Ia ~ramadan~ yang meninggalkannya. Bukan aku. Tetapi ia berjanji akan datang pada tahun depan. Apakah aku masih bisa berjumpa dengannya? Masihkah aku diberi waktu umur panjang agar bisa bertemu lagi dengannya?

Rindu ramadan, sebuah rasa istimewa. Hanya ada di bulan ramadan. Auranya, suasananya, aromanya. Akan sangat berbeda. Rasa yang mengelibat, selalu menghampiri saat ramadan.

"Bun, nanti buka sama apa?" "Nanti sahurnya pakai nugget aja ya, adik pengin." "Aduh, ayah kok pengin es campur ya, Bun." "Kakak nanti pengin buka ayam goreng bumbu tepung." "Yach, Bun. Ayah buka di luar. Keburu lapar. Tadi jalanan macet. Maafkan ayah, ya. Bunda udah kadung masak," "Jangan keseringan bukber. Ntar boros loh, kak." "Alhamdulillah, sudah azan magrib. Yuk, buka puasa,"

"Kalau tarawih, jangan lupa pintu rumah semua dikunci." "Kakak, ayo buruan, telat nanti tarawihnya," "Sahur, dik. Ayo, kakak bangun, sudah saatnya sahur. Kakak nih paling susah diajak sahur, bangunnya lama." "Bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara, ayo segera sahur, waktu sudah menunjukkan pukul tiga. Sahuuuur... shauuuur...." "Imsaaak...." "Loh pus, kamu juga ikut sahur?"

Lalu...

"Bu, harga telur naik. Daging ayam juga. " "Nggak papa lah, yang penting tidak banyak naiknya. Mau gimana lagi." "Jangan lupa beli kurma. " "Bu, hari ini jadi nggak pesan camcau?" "Cabenya nggak beli, bu? Tumben." "Kan puasa bang, masaknya jangan pedes," "Bun, jangan lupa pesan kue kering buat lebaran," "Sirupnya?" "Ada kue kekinian loh, kue kering bentuk ulat,"

Suasana di bulan ramadan memang berbeda dengan hari biasa.

Ketika jadual berubah. Dini hari harus bangun. Rasa malas saat bangun. Salat tengah malam. Sahur. Membaui masakan. Lebih teratur dari hari biasa. Salat subuh tak kesiangan. Lalu siang hari, berpuasa. Merasakan lapar dan dahaga. Harus bisa menahan diri. Tak boleh emosi apalagi marah-marah. Semua harus dikendalikan. Lebih rajin beribadah.

Lalu sore hari, menjelang magrib. Membaui masakan. Berbeda saat seperti hari biasa. Hum, meski lapar, karena berpuasa, tak lantas ingin makan. Harus bisa menahan diri, menunggu saatnya berbuka. Azan magrib berkumandang. Alhamdulillah... basah kerongkongan. Terisi perut oleh makanan. Bersyukur. Betapa berpuasa segalanya menjadi nikmat. Lebih bisa mensyukuri sesuatu.    

Bulan ramadan. Memberikan nuansa religius.

Suara tadarus dari masjid sehabis salat tarawih. Tambahan pengajian di hampir setiap pekannya. Acara pengajian di televisi. Alhamdulillah, keimanan bertambah. Ilmu pengetahuan tentang agama bertambah. Lebih banyak bersedekah. Bertingkah laku lebih santun, karena puasa. Harus lebih bisa mengendalikan diri. Jaga bicara. Tidak boleh dendam. Harus  lebih bisa memaafkan sesuatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline