Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Waktu Tak Akan Berjalan Mundur

Diperbarui: 10 Juni 2018   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com

Di suatu malam yang hening. Di sebuah kisah imajiner. Sebuah renungan untuk diri sendiri.

Suatu hari, tetangga saya mengalami sakit hingga koma. Masih muda. Keluarga awalnya sudah pesimis, tetapi berusaha untuk memohon kepada Allah SWT, agar beliau diberi kesembuhan. Tak putus asa, selalu memohon pertolongan kepada Allah. Tentu saja dengan berusaha lewat perawatan di rumah sakit, yang mengupayakan kesembuhan. Selang beberapa hari, beliau sadar dari koma dan seminggu kemudian Alhamdulillah diberi kesembuhan. Sekarang bisa beraktivitas kembali seperti sediakala. Masih memperoleh kesempatan beramal saleh dan beramal kebajikan.

Dari kejadian itu, apabila mengingat saat sakitnya, tentu saja ada kesedihan. Ada ketakutan, akankah diberi umur panjang. Jika kita mengingatnya, maka timbul ketakutan. Akankah bisa memperoleh kesempatan untuk berbuat baik dan bisa mendapat amal sebanyak mungkin untuk menjadi bekal kelak di akhir zaman. Di alam keabadian.

Dan di dalam setiap hal, kita kadang sering terlambat menyadari suatu nikmat yang diberikan Allah SWT. Padahal kenikmatan tersebut, patutnya disyukuri. Dan ketika kenikmatan berangsur menjauh, barulah kita akan menyadari kemudian menyesal. Kita terlalu asik dengan dunia kita sendiri. Tanpa berusaha untuk selalu mengingat kepada Sang Pencipta. Seperti helaan nafas yang masih bergerak, kehidupan, irama denyut jantung, umur yang panjang. Tanpa pernah kita minta,kenikmatan itu akan selalu ada dan diberikan oleh Allah SWT setiap detiknya.

Kita tahu, sesal itu tidak akan pernah berguna. Kita sering menunda hal kebaikan, padahal kebaikan tak harus menunggu. Kebaikan bisa setiap saat setiap waktu. Misalnya kita sering bergumam, "Ah, saya kan masih muda. Masih banyak waktu buat saya untuk berbuat kebaikan. Tak ada salahnya, saat masih muda menikmati hal-hal yang menyerempet "bahaya" kan? Masih ada waktu untuk memperbaiki diri."

Tahukah? Waktu tak akan berjalan mundur. Kita tak bisa memutar waktu untuk kembali. Ujung-ujungnya akan timbul penyesalan. Penyesalan, akan membenturkan diri kita pada rasa bersalah. Jika saja kita diberi waktu yang panjang, maka bisa memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Jika tak diberi umur panjang? Penyesalan akan datang terlambat.

Umur adalah rahasia Illahi. Kita tak dapat menentukannya. Seberapa kita diberi waktu untuk memiliki kesempatan memperbaiki diri. Seberapa banyak kemampuan kita untuk bisa mencapai kesempatan memperbaiki diri. Semua kembali ke diri kita sendiri. Seberapa kemauan untuk merubah diri, menjadi lebih baik.

Dan di bulan Ramadan nan suci ini, adalah kesempatan kita untuk memperbaiki diri. Dimana bulan Ramadan merupakan bulan penuh ampunan. Segala amal kebaikan akan dilipat gandakan. Kesempatan kita untuk meraihnya, untuk menuju kemenangan. Bermunajat memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa yang selama ini dilakukan.

Ya. Memang kita tidak tahu, apakah permohonan ampunan akan diterima Allah. Tetapi setidaknya dengan berikhtiar, hati kita menjadi lega dan tenang. Tenang karena kita mendekatkan diri kepada Allah. Ketenangan jiwa ini akan merubah sikap kita, untuk berpikir panjang agar selalu menjaga kebaikan. Tidak melakukan hal yang melanggar ketentuan Allah.  

Di sepertiga terakhir bulan Ramadan, waktu yang tepat untuk beramal sebanyak-banyaknya. Juga memohon ampunan dengan beribadah. 

Memperbanyak ibadah di sepertiga malam di sepertiga terakhir bulan Ramadan, adalah saat emas merubah hal yang buruk menjadi amal saleh.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline