Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Hariku bersama Kinan

Diperbarui: 17 Mei 2018   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: shutterstock

Mungkin hari ini hanya aku yang bersikap berlebihan. Tetapi entah. Perasaanku seperti gemuruh ombak. Mengalun menuju pantai tapi tak pernah sampai ke tepian. Hanya pantai saja. Aku menunggunya. Biasanya pada jam sekarang, ia telah ada di hadapanku. Berceloteh banyak hal, seolah menggambarkan bahwa dunia tak akan sepi jika ada dia. Bahkan burung perkutut depan rumah yang biasanya bersenandung, masih kalah merdu oleh suara berisiknya.

Ah, ia pasti hapal, bahwa hari ini adalah hari istimewaku. Dan biasanya di hari istimewa, akan ada sedikit perayaan dan ucapan yang bisa membuatku tersenyum lebar. Mengenang masa lampau, lalu tertawa berderai, berdua.

Dering telepon tak berbunyi. Padahal jika ia tak bisa mengunjungiku, akan ada pemberitahuan lewat telepon. Ada apa dengannya? Apakah karena peristiwa kemarin, ketika aku sedikit menumpahkan kekesalanku, hanya karena ada rekan yang menyalahi janji, melalui telepon. Pada saat itu, hanya ada dia dihadapanku. Tak sengaja, aku berteriak dan membuatnya kaget. Dirinya sedikit ketakutan. Selama ini, tak pernah satu kalipun aku membentaknya. Aku begitu sayang padanya. Tetapi, bukankah aku telah meminta maaf dan ia mau memakluminya?

"Maafkan aku, Kinan. Aku tak sengaja."

Dan jawabannya hanya sedikit nyengir karena masih ada rasa takut padaku. Memang tak biasanya aku berbicara keras di hadapannya. Ia berjiwa lembut, seperti...

"Tak apa, ayah. Kinan ngerti. Ayah lagi bingung."

Dan Kinan adalah putriku satu-satunya. Ia yang telah beranjak dewasa, kemudian harus lebih condong ke suaminya. Ia tinggal bersama suaminya dan hanya bisa menjengukku saat ada waktu istirahat di sela jam kerja. Kebetulan, tempatnya bekerja hanya berjarak satu blok dari rumah. Ia seperti back to go home. Meski hanya sebentar.

Ia akan membawakanku sedikit oleh-oleh untuk makan siangku. Untuk menjadi teman ujung-ujung text yang ada di layar laptop. Text yang senantiasa menemani hari-hariku. Bahkan pernah seharian aku tak pernah keluar rumah, hanya karena text yang berharap padaku untuk disentuh. Temanku sekaligus pemberi secercah gemericik masa depan.

***

"Ayah harusnya tak keras hati." katanya pada suatu hari. "Atau ayah memiliki pandangan lain?"

"Tidak, Kinan. Ayah akan seperti ini. Ayah tak akan mengubahnya. Kamu mengerti itu kan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline