[caption caption="Cinta Yang Hilang"][/caption]Jika aku di sini, itu karenamu, masih dalam bentangan waktu yang menunda, dalam jeda yang seolah tak memutar, oleh kesetiaan dan kerinduan yang merepih.
Kamu berkata, "Jena, sebaiknya kau tak menungguku, karena aku berada dalam batas rindu pada tempatnya, berbatas, dimana bisa saja kerinduan menghilang!"
Tapi aku terpaku pada kerinduan yang teramat dalam, hingga menghapus seluruh tak berdayamu.
Kerinduan tak pernah menguar, meski cinta kadang berubah bentuk tak menentu, kadang cinta, kadang benci. Mereka berbaur seolah berlomba untuk mendapatkan tempat di hatiku. Cinta dan benci, sesungguhnya wujud dari kasih sayang untukmu. Masih meragukanku?
***
Malam itu kau minta dibuatkan kopi. Tanpa kau mintapun aku akan membuatkanmu minuman. Seperti yang kau suka, secangkir kopi panas dengan perbandingan satu satu antara kopi dan gula. Segera kau reguk selagi panas dan akan selalu memujiku dengan berkata, "Jena, tak ada seenak kopi buatanmu, yang teramu oleh baluran cinta dan sayang."
Lalu kau menyuruhku sedikit mendekat untuk mendaratkan ciuman di keningku. Aku tersenyum bahagia. Demikian pula kau. Seolah hanya ada di dunia ini, dirimu dan aku.
"Jena, apakah kau mencintaiku?"
"Tentu saja, mengapa kau tanyakan itu?"
"Kalau begitu, terimalah lamaranku," katamu sambil memohon.