Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menatap Es Pelangi, Hati Berbunga Mimpi

Diperbarui: 5 Januari 2016   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terik. Matahari menyinarkan cahayanya yang garang tanpa ampun, meluruhkan keringat yang meleleh di dahi Satriya. Karena itu sedikit membuatnya dehidrasi karena kekurangan cairan. Ia haus. Ditengoknya kanan kiri, barangkali ada penjual es yang bisa menghilangkan rasa hausnya itu. Siang ini memang cuaca sedang cerah, membawa panas yang terik. Padahal biasanya mendung dan berawan, hingga sedikit adem. Di tangan Satriya ada secarik kertas, yang agaknya penting. Ia memang sedang mencari seseorang, yang memberinya kertas itu. Dibacanya sekali isi kertas itu:

tentang catatan itu, kuberikan untukmu, 
bawalah, simpanlah, jagalah, 
suatu saat, setiap waktu, 
kau boleh membukanya, 
untuk bisa jadi peluruh rindu, 
pembuka tahu tentangku, 
aku tak akan sedikitpun menyimpan tentangnya, 
simpanlah, jagalah, 
aku akan segera kembali, 
untukmu dan catatanmu

Bagai sebuah magis, catatan itu mengandung sihir, Satriya harus mencarinya hingga ke beberapa sudut tempat di kota ini. Dan di tempat ini, sinyal dari kertas itu menjadi kuat. Daya tariknya semakin menjadi dan membuat jantung Satriya semakin berdegup kencang.

Deg!

“Mengapa sinyal itu berhenti di sini?” tanya Satriya. Di sebuah gerobak penjual es pelangi, yang tentu saja membuat ngiler Satriya karena kehausan sejak tadi. Satriya memesan satu gelas, es pelangi. Penjual es pelangi tak menjawab, hanya deheman kecil yang nyaris tak terdengar oleh Satriya. Penjual itu juga misterius. Tak nampak wajahnya, tertutup oleh topi yang terpasang nyaris menutup seluruh wajahnya. Serba misterius, tapi Satriya tak patah semangat, karena ia merasa, di tempat inilah arah mula kertas ini berasal. Ia curiga, jangan-jangan abang penjual es itulah yang telah memberinya kertas yang berisi pesan misterius, yang dititipkannya ke Satriya melalui penjual siomay pekan lalu.

“Bang, berapa harga es pelangi satu porsi?” Satriya berusaha basa basi terhadap abang penjual es pelangi.

“Hem..” hanya itu jawaban dari abang penjual es pelangi dan segera menyodorkan segelas es pelangi kepada Satriya. Ia yang sedang kehausan, segera meneguk es pelangi itu, tandas tak bersisa. Segera dibasuhnya mulut yang basah oleh air es pelangi tadi dengan mengunakan lengan baju.

Tiba-tiba, criiiiiing!!!!!

Satriya berada di sebuah ruangan yang luas, bagai dalam sebuah istana. Ia menyebutnya sebuah istana, karena Satriya tak pernah berada di sebuah ruangan yang luas dan sebagus ini. Juga bersih ruangannya. Satriya mengamati sekitar. Mengapa sepi?

Satriya menuju pintu, ia sedikit mengintip ke sebuah ruang, yang agaknya ruang makan dengan meja yang besar. Di atasnya tersaji berbagai makanan yang enak dan mewah. Tetapi matanya tertuju satu fokus, segelas es pelangi! Aduh, di mana-mana ada es pelangi. Tapi di sudut kursi paling ujung tengah, ada seseorang yang sepertinya sedang menunggunya.

“Satriya, duduklah kemari!” kata orang itu. Sepertinya orang itu ramah dan baik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline