Lihat petang itu, terpahat hati dengan warna membiru,
seseorang telah terlukai sebuah sentuhan tajam,
lalu membeku oleh dinginnya malam,
ia berteriak, "Tidak!"
ia tercampakkan oleh lukanya.
Musim dingin mulai lagi,
dapat kiranya ia membenamkan diri pada kabut malam,
membawa rahasia hati berujung pilu,
sehingga ia berkata, "Tak usahlah kau dekati padaku,"
lalu merataplah ia bagai anak kecil kehilangan mainan.
Cintanya menganyam mimpi-mimpi yang mengelabu,
takut akan gelapnya malam syahdu,
sendiri,
tanpa cinta, tanpa mimpi,
esok mungkin akan mati karena dingin dalam diri,
Namun ketakutan mencekam dirinya,
bila teringat bayang-bayang mata bercahaya penuh cinta,
terlebih ia mabuk kepayang,
telah membisik darinya: "Betapa aku sangat mencintaimu,
maafkan aku karena egoku."
maka iapun tak lagi membiru, terbakar tungku cintanya,
teruntuk pujaan hati.
(2/12/2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H