Mungkin hampir setiap orang pernah merasakan patah hati. Patah hati toh tidak harus melulu oleh cinta. Patah hati bisa karena berbagai hal, misalnya patah hati karena pekerjaan. Kita diduakan oleh rekan kerja, atau kalah dalam persaingan dalam jabatan tertentu. Itu namanya patah hati. Rasanya sakit dan seperti tertusuk sembilu, layaknya patah hati.
Atau yang baru trend saat ini, patah hati karena politik, yaitu kalah dalam persaingan politik. Mereka yang telah mati-matian, mengorbankan segala yang dimilikinya demi mencapai tujuan hatinya, layaknya orang sedang jatuh cinta, mereka mendamba kekasih hatinya. Dalam berpolitik mereka banyak mengorbankan segalanya. Waktu, biaya, pertemanan dan lain sebagainya. Padahal kita tahu, dalam dunia politik, untuk mencapai suatu kesuksesan berpolitik, masih dalam taraf kira-kira, raba-raba, prediksi, yang belum tentu terlihat hasilnya. Hanya satu yang didambanya, kesuksesan dalam berpolitik seperti yang diinginkannya.
Dalam Pilkada serentak yang akan diselenggarakan tanggal 9 Desember 2015 nanti, para calon pemimpin daerah telah melakukan kampanye, baik kampanye di dunia nyata maupun kampanye di dunia maya. Masing-masing mempromosikan diri, bahwa merekalah yang paling baik. Dalam melakukan kampanye, tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Banyak calon pemimpin daerah yang menggandeng rekanan atau teman atau pengusaha atau apalah, agar mendukung pemilihan dirinya sebagai calon pemimpin daerah. Dan itu pasti akan ada perjanjian khusus, yang notabene harus dijalankan saat mereka terpilih nanti. (Unsur inilah yang mungkin banyak memicu KKN di Indonesia, dengan alasan yang bermacam-macam.)
Bukankah kita semua tahu, politik itu seperti angin yang berhembus, kadang jelas hembusannya, kadang separo jelas dan kadang sama sekali tak jelas. Kadang manis bagai brownis, kadang pahit seperti jamu. Tak jelas mana kawan dan mana lawan. Okeylah, bagi yang memperoleh suara tinggi, akan merasa di atas angin. Tapi bagi calon pemimpin daerah yang memperoleh suara sedikit, bagaimana rasanya? Seperti patah hati!
Yang lebih ekstrim, bagi calon pemimpin daerah yang kalah dalam persaingan politik bisa merasakan kekecewaan yang mendalam hingga menggoncangkan jiwanya, lalu ia bergumam yang tak jelas dan harus membutuhkan perawatan khusus oleh ahli terapis jiwa. Tragis sekali. (Semoga tidak akan pernah terjadi.)
Maka untuk menjadi seorang calon pemimpin daerah yang notabene jatuh cinta pada politik, hingga ia selalu berusaha untuk menjadi kekasih dari politik itu, harus memiliki jiwa yang tangguh. Jiwa yang mampu menerima kenyataan antara menang dan kalah. Karena dalam berpolitik, hanya ada dua hal, yaitu kalah atau menang.