Lihat ke Halaman Asli

Tentang Polemik dan Debat-debat A. Hassan

Diperbarui: 12 Juli 2017   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Syaikh Ahmad Hassan (lahir di Singapura pada 31 Desember 1887) terkenal sangat tajam lisan dan penanya. Keteguhan, ketegasan, dan keberaniannya dalam mempertahankan pendiriannya membawa Beliau untuk berpolemik dengan beberapa kalangan yang tidak menyetujui pendapat Beliau. Polemik ini bisa berupa saling membantah lewat tulisan maupun debat terbuka berhadap-hadapan muka.

Beberapa polemik yang bisa dicatat yang kami rangkum dari berbagai sumber diantaranya adalah :

Pertama, debat terbuka dengan kelompok Ahmadiyah. A. Hassan saat itu mewakili pihak Pembela Islam. Risalah resmi perdebatan ini telah dicetak dan diterbitkan oleh kedua belah pihak, baik Ahmadiyah maupun Pembela Islam.

Kedua, debat terbuka dengan salah seorang pendiri NU, KH. Abdul Wahhab Chasbullah tentang taqlid. Tentang debat ini, A. Hassan menerbitkannya dalam bentuk buku berjudul "Debat Taqlid".

Ketiga, debat terbuka dengan seorang anggota PKI yang berpaham atheis bernama Muhammad Akhsan tentang eksistensi Tuhan dan keadilan Tuhan. Debat ini kemudian dibukukan dan dikembangkan pembahasannya lebih lanjut menjadi sebuah buku berjudul "Adakah Tuhan ?"

Keempat, debat terbuka dengan anggota PKI lainnya bernama Suradal Mahatmanto yang merasa tidak puas dengan hasil debat terbuka sebelumnya yang dilakukan A. Hassan dengan Muhammad Akhsan. Tamar Djaja (murid A. Hassan) melaporkan -- sebagaimana dikutip oleh Akh Minhaji dalam bukunya -- bahwa debat tersebut tidak berakhir dengan lancar, karena Mahatmanto sangat emosional dan tidak mampu menyediakan argumentasi-argumentasi yang jelas untuk mempertahankan keyakinannya atau menyerang pandangan A. Hassan. A. Hassan sendiri juga dikabarkan tidak puas dengan debat tersebut, karena menilai bahwa Beliau telah mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi tantangan dari seorang atheis, yang dalam pandangannya keyakinan seorang atheis sangat berbahaya bagi umat Islam di Indonesia.

Kelima, polemik Beliau dengan Husain al Habsji Surabaya tentang masalah bermadzhab. Bermula dari terbitnya buku A. Hassan berjudul "Risalah al Madzhab" dan "Halalkah Bermadzhab ?", Husai al Habsji kemudian menerbitkan 2 buku berjudul "Risalah Lahirnya Madzhab yang Mengharamkan Madzhab-Madzhab" dan "Risalah Haramkan Orang Bermadzhab?" untuk membantah pendirian A. Hassan tersebut. A. Hassan menyerang balik dengan menerbitkan bantahannya di Majalah Pembela Islam edisi 8 Januari 1957 dengan judul "Menjawab Buku Bantahan Tuan Haji Husain al Habsyi, Surabaya".

Keenam, polemik Beliau dengan Hasbi ash Shiddieqy tentang mushafahah (jabat tangan antara pria dan wanita non mahram). Terjadi saling bantah antara keduanya, sampai kemudian A. Hassan menantang Hasbi berdebat secara terbuka, namun Hasbi tidak menyanggupinya. Tentang bantahan A. Hassan terhadap Hasbi ini dapat dijumpai dalam buku berjudul "Wanita Islam".

Ketujuh, polemik Beliau dengan Soekarno tentang tema Islam dan kebangsaan. Tentang pandangan dan tanggapan A. Hassan dalam tema ini dapat dilihat dalam buku "Islam dan Kebangsaan".

Kedelapan, polemik Beliau tentang kewajiban berjilbab dengan sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai "Aliran Baroe" . Tentang ini dapat dilihat dalam buku "Jilbab".

Kesembelian, rencana debat terbuka dengan Majelis Syura Masyumi yang sebenarnya sudah direncanakan namun kemudian dibatalkan. A. Hassan menolak pendapat Majelis Syura Masyumi yang membolehkan seorang perempuan pergi keluar rumah tanpa didampingi seorang mahram atau suaminya. Pendapat A. Hassan sendiri dalam masalah ini dapat dibaca pada buku "Wanita Islam".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline