Penetapan UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, terkhusus pasal 115 ayat (2) terkait penetapan kawasan tanpa rokok memunculkan tren baru dalam merokok, salah satunya tembakau tanpa asap. Dalam beberapa dekade terakhir, popularitas produk tembakau tanpa asap di pasar internasional mengalami peningkatan sejalan peraturan tentang konsumsi rokok yang semakin diperketat di berbagai negara. Popularitas ini dinilai memberikan pasar komersial bagi produsen sehingga semakin banyak produk tembakau tanpa asap yang beredar di pasaran dengan berbagai merk dagang. Aktivitas produksi dan konsumsi tembakau tanpa asap tidak hanya di negara kawasan Asia, tetapi negara-negara di benua Afrika, Eropa, bahkan Australia dan Amerika. Dalam studi yang telah dilakukan, tercatat masyarakat dari 140 negara di dunia telah menggunakan tembakau tanpa asap. Total konsumen produk ini mencapai angka 300 juta konsumen di dunia, dimana dominasi konsumen berasal dari India, yaitu mencapai angka 206 juta konsumen atau 68,7% dari total konsumen dunia. Konsumen produk ini juga termasuk kalangan remaja dan pelajar, dilaporkan terdapat 45% konsumen tembakau tanpa asap di Provinsi Baluchistan, Iran adalah kalangan remaja dan pelajar. Berdasarkan temuan pada 2019, GYTS menemukan prevalensi siswa yang sudah menggunakan tembakau sebanyak 19,2% dan sekitar 1% dari total keseluruhan mengkonsumsi produk tembakau tanpa asap (Windiarto dkk., 2018).
Tren konsumsi tembakau tanpa asap meningkat disebabkan oleh beberapa alasan yang mendasari, yaitu penggunaan tembakau tanpa asap dalam kaitannya untuk bersosialisasi dalam lingkungan, terutama penggunaannya berkembang dalam keluarga dan pertemanan. Selain itu, juga untuk menjalankan adat istiadat yang berlaku, dimana dalam kasus tertentu, penggunaan tembakau tanpa asap terlibat dalam ritual suku atau bahkan kelompok tertentu, umumnya berada di India. Alasan lainnya adalah produksi tembakau bebas asap rokok dilihat sebagai pasar komersial oleh negara Asia Tenggara dan pemasarannya semakin diperluas hingga Amerika Serikat dan negara-negara Eropa untuk keuntungan finansial. Hal ini karena undang-undang anti-merokok yang tidak diperketat dan minimnya pengetahuan yang yang diterima tentang bahaya rokok.
Tembakau tanpa asap mengacu pada alternatif merokok yang penggunaan produknya tanpa pembakaran, melainkan produk dimasukkan ke dalam mulut sehingga nikotin akan diserap melalui lapisan mulut baik menghirup, mengendus, mengunyah, ataupun menyimpan produk di mulut hingga larut. Terdapat beberapa jenis produk tembakau tanpa asap yang umum dikonsumsi dan diperjualbelikan. Pertama, tembakau celup, yaitu produk tembakau yang dalam penggunaannya diletakkan di antara bibir bawah/atas dengan gusi. Kedua, tembakau kunyah, yaitu produk tembakau yang pengonsumsiannya dengan dikunyah. Ketiga, tembakau snus, yaitu produk tembakau yang penggunaanya mirip dengan tembakau celup. Keempat, tembakau snuff, yaitu produk tembakau yang dalam penggunaannya dengan cara dihisap atau dihirup melalui rongga hidung. Kelima, tembakau naswar, yaitu produk tembakau dari Afghanistan yang penggunaanya seperti tembakau celup. Keenam, tembakau gutkha, yaitu produk berupa campuran antara tembakau, pinang, dan rempah yang diperjualbelikan di Asia Selatan. Ketujuh, tembakau larut, yaitu produk tembakau kunyah yang memiliki karakteristik langsung larut dalam lapisan mulut.
World Health Organization (WHO) melansir jumlah kematian akibat penyakit yang ditimbulkan dari merokok mencapai angka 17,3 juta per tahun tau sekitar 30%, lebih lanjut angka kematian tersebut akan diprediksi meningkat hingga 23,3 juta per tahun pada tahun 2030 apabila pola konsumsi rokok masyarakat masih terus berlanjut. Tingginya angka kematian akibat bahaya rokok tersebut memunculkan spekulasi bahwa tembakau tanpa asap memiliki dampak 95% lebih rendah dibandingkan rokok konvensional maupun e-cigarettes. Hal tersebut karena produk tembakau tanpa asap dalam penggunaannya tanpa pembakaran sehingga dianggap menghilangkan bahaya paparan langsung pada organ dan jaringan pengkonsumsi serta orang-orang sekitarnya oleh senyawa hasil pembakaran yang bersifat toksik. Namun, pernyataan tersebut tidak bisa dibuktikan secara ilmiah karena konsumsi produk tembakau tanpa asap tetap mengakibatkan bahaya kesehatan lainnya tergantung pada kandungan senyawa racun dan metode penggunaanya. Kandungan dalam produk ini didominasi oleh nikotin yang bersifat adiktif sehingga menyebabkan kecanduan. Bahkan dalam produk-produk tembakau tanpa asap sering ditemukan kandungan senyawa karsinogenik lainnya, seperti nitrosamin (tobacco specific nitrosamin-TSNA), kromium, kadmium, nikel, arsenik, berilium, nitrit dan nitrat, dalam berbagai tingkat tergantung pada produk dan produsen terkait. Banyak tembakau tanpa asap yang diproduksi dengan formulasi yang mampu meningkatkan kadar keasaman atau pH melalui penambahan ekstrak tumbuhan (jeruk nipis) dan bahan kimia (garam amonium dan natrium karbonat). Produk dengan kadar pH yang semakin meningkat juga meningkatkan aktivitas penyerapan nikotin dan pengalaman menggunakan produk tembakau tanpa asap sehingga secara tidak langsung meningkatkan persentase kecanduan terhadap konsumsi tembakau. Selain itu, peningkatan kadar keasaman produk juga memicu peningkatan penyerapan karsinogen dalam tubuh pengguna sehingga mampu menyebabkan toksisitas yang lebih tinggi dan risiko bahaya yang lebih besar.
Tingkat toksisitas yang tinggi dari kandungan senyawa produk tembakau tanpa asap membawa risiko bahaya yang sama besar dengan konsumsi rokok konvensional.Temuan utama dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa masalah kesehatan yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau tanpa asap meliputi penyakit mulut, kecanduan nikotin dan risiko terjadinya fenomena keracunan nikotin pada anak-anak. Produk tembakau tanpa asap mampu memicu berbagai jenis kanker, seperti kanker mulut, kerongkongan, dan pankreas. Selain itu, produk ini juga dilaporkan meningkatkan risiko kematian kardiovaskular. Penggunaan selama kehamilan berimbas pada persalinan dini, lahir mati selama kehamilan, dan berat badan lahir rendah.
Penggunaan tembakau tanpa asap memunculkan spekulasi memiliki dampak 95% lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Namun, pernyataan tersebut masih diperdebatkan karena dalam produk ini juga terkandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik dan memicu penyakit-penyakit kronis. Dengan didasarkan hal tersebut, maka penggunaan rokok konvensional ataupun tembakau tanpa asap memiliki risiko bahaya yang hampir sama. Ditambah fakta bahwa total konsumen produk ini mencapai angka 300 juta di dunia menempatkan konsumsi tembakau tanpa asap sebagai masalah kesehatan secara global. Dengan demikian, perlu intervensi khusus dari pemerintah untuk memperketat UU tentang tembakau dan kesadaran pengguna untuk berhenti.
Jelas rokok bentuk apapun dapat membunuh, kenapa tidak berhenti?
Referensi
Solhi, M et al. (2021). The Reasons for Using Smokeless Tobacco: A Review. Iran J Public Health, Vol.50, No.3, Mar 2021, pp.492-501.
Syamsuriansyah et al. (2022). Prevalence and Associated Factors of Smokeless Tobacco (SLT) use among adolescents in Indonesia: GYTS 2019 Data Analysis. Public Health of Indonesia, Vol.8, Issue 1, Jan-Mar 2022.
Siddiqi et al. (2020). Global Burden of Disease due to Smokeless Tobacco Consumption in Adults: an Update Analysis of Data from 127 Countries. BMC Medicine 18:222.