Lembaga Pemasyarakatan atau yang sering disebut Lapas di Indonesia yang tertuang dalam UU No 12 Tahun 1995 pada pasal 1 angka 3 yang tertulis "Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan". Sistem Pemasyarakatan yang tertuang dalam UU No 12 Tahun 1995 pada pasal 1 angka 2 yang tertulis "Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab".
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa didirikannya Lapas itu memiliki tujuan yang sangat mulia dan menjadi petugas Lapas bukan merupakan hal yang mudah dalam mengemban tugasnya karena memang banyak godaan yang dihadapi oleh petugas Lapas ketika melaksanakan tugasnya seperti korupsi. Jika dilihat beberapa tahun terakhir, telah terjadi beberapa kasus korupsi yang melibatkan beberapa petugas Lapas seperti yang terjadi di Lapas Sukamiskin. Hal tersebut menjadi bukti bahwa di Lapas masih ada kesempatan untuk melakukan praktek korupsi.
Pengertian korupsi itu sendiri telah mengalami perkembangan seiring dengan kondisi dan kebutuhan negara saat ini. Seperti yang sampaikan oleh Klitgaard yaitu, "bahwa korupsi adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi (Klitgaard, 1998)". Pemerintah Indonesia mempunyai pemahaman tersendiri terkait korupsi yang sesuai kebijakan nasional. Hal ini telah dijelaskan dalam bentuk UU tentang Tindakan Pidana korupsi yaitu, "bahwa korupsi merupakan setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hokum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara (Indonesia, 1999)".
Korupsi pada dewasa ini telah merambah pada segala aspek penyelenggaraan pemerintahan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan bukti berupa data bahwa dalam 13 tahun terakhir ketika dimulainya reformasi anti korupsi, sedikitnya 121 anggota legislatif, 14 hakim, 17 gubernur, 50 bupati/walikota bahkan ratusan pejabat tinggi yang masuk ke Lapas atas kasus tindakan pidana korupsi. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Korupsi pada tahun 2003 yang bertempat di New York, bahwa paradigma strategi anti korupsi pada dasarnya bukan hanya menekankan pada pendekatan represif, akan tetapi lebih bergeser pada pendekatan preventif. Itu semua merupakan upaya pemberantasan korupsi yang lebih efektif tentunya jika strategi dan kebijakannya dilaksanakan secara sistematis dan komprehensif serta juga harus melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Di Lapas bisa ditemukan bentuk tindakan korupsi baik itu oleh individu atau kelompok. Upaya yang seharusnya dilakukan dalam penanggulangan tindakan korupsi oleh petugas yaitu dengan cara menanamkan niai integritas dikarenakan integritas itu merupakan bagian dari kompetensi sosio kultural yang diukur dengan melihat komitmen dalam melaksanakan sumpah janji PNS, pakta integritas dan penguatan etika bagi petugas. Pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan perolehan melalui predikat WBK dan WBBM.
Dalam penanganan korupsi ini, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh yang mana tidak hanya dilakukan pada saat penindakannya saja akan tetapi juga pada saat proses pencegahannya di lingkungan masyarakat agar mempunyai dampak yang maksiamal. Pencegahan bisa dilakukan dengan melakukan sosialisasi nilai anti korupsi agar bisa dalam mengatasi masalah korupsi. Pencegahan maupun tindakan preventif akan lebih berguna untuk mengatasi permasalahan korupsi. Munculnya gerakan secara bersama untuk melawan korupsi agar proses politik dan kebijakan pemerintah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, dengan meningkat benteng diri sebagai keamanan diri yang dimiliki untuk tidak melakukan korupsi sekecil apapun. Permasalahan korupsi yang saat ini dihadapi oleh Indonesia telah mencapai titik yang bisa dikatakan mengkhawatirkan. Kejadian korupsi yang sebelumnya telah terjadi merupakan bukti bahwa korupsi telah menjadi penyakit dan sulit untuk diobati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H