Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Aswandi

Masih bekerja 8-16 dan 5/7. Sedang berjuang untuk bekerja tanpa melihat jam dan tanggal.

Teruslah Bercerita Padaku

Diperbarui: 22 Agustus 2023   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Satu Tahun - Menuntunmu ke Halaman

Lima bulan sejak kehadiranmu, mendekapmu di dadaku, kau membuat tubuhku terpaksa mengakui bahwa kelelahan itu tidak ada. Melihatmu dari jauh, membuat segalanya dalam jiwaku menghijau. Mendekatimu, membuat naluriku mekar. Menggenggam lembutnya jemarimu dan menatap dalam matamu, semuanya terasa anggun, damai, nyaman, layaknya padi yang menguning natural. 

Lima bulan berikutnya, dirimu meyakinku bahwa engkau adalah pejuang tangguh yang jujur. Selangkah demi selangkah kau ayunkan kakimu di atas lantai dingin dan terkadang licin. Engkau yakin sepenuhnya di rumah itu kau akan aman, meski pun kau hanya berjalan dengan mendorong kerajang kecil pakaianmu, hanya itu. Kakimu melangkah kokoh, tanganmu menggenggam erat, matamu menatap jauh tapi tepat. Kau berjalan di depanku, sesekali menatapku, seakan mengatakan bahwa kau hebat. Ya, kau memang hebat.

Dua bulan kemudian, kau menemaniku dalam berjuang. Di bawah terik yang gerah dan berdebu. Lalu diterpa hujan yang dibawa angin bergemuruh. Kita berangkat dari rumah dengan tersenyum yakin bahwa kita akan membawa pulang rezeki. Dan, kita pun pulang membawa rezeki itu, meski berpanas berhujan, kita tetap tersenyum. 

Kemudian kau kubawa ke halaman rumah kita. Rumah kecil di tepi kota ini. Rumah yang kita tempati itu adalah jalan takdir kita. Meski apa adanya, tetapi tetap istimewa. Di halaman itu, kita berjalan dan menatap setiap burung gereja yang hinggap.

Dua Tahun - Kesabaranmu Paripurna

Memasuki tahun ke dua bersamaku, kau mulai kukenalkan dengan berbagai rasa dalam realita hidup ini. Aku tidak menyangka bahwa akan sedini ini. Tapi, apa mau dikata, ini adalah jalan yang harus kita tempuh.

Setelah beberapa saat kita menikmati asam manisnya jeruk kesukaanmu. Kini, kau juga harus mencicipi betapa pahitnya berpisah denganku. Di saat kau merasa segalanya aman dan menyenangkan ketika denganku. Sekarang saatnya untuk melepaskan genggaman dan pelukan. Karena aku sakit. Sakit dengan sebenarnya sakit. Saat ini, kau hanya bisa melihatku tanpa bisa menyentuhku, apalagi merebahkan tubuhmu di pangkuanku.

Enam bulan lamanya kau harus menghindar dariku. Begitu juga aku. Kadang suara serak dan tajam harus kuterima, karena mencoba mendekatimu. Sakitku terasa semakin parah ketika harus menahan rindu untuk memelukmu. Hampir saja aku mati. Tetapi takdir masih bisa kita rubah dengan ikhtiar.

Ketika semua cobaan perlahan memudar, saat sakit terasa pulih dan tubuh pun mulai terasa sempurna. Ternyata itu belum cukup. Tuhan yang Maha Menyaksikan, ku duga sengaja ingin membuat kita berpisah sekali lagi. Aku sakit lagi. Bahkan lebih parah dari penderitaan yang kutanggung enam sebelumnya. 

Berkali-kali aku terjatuh karena kakiku tak lagi merasakan lantai untuk tumpuan berpijak. Tak terhitung lagi banyaknya isi perutku yang keluar mengotori tempat bermainmu. Akhirnya kau mengantarkanku ke rumah perawatan selama seminggu lamanya. Rasaku, bukan mereka yang mengobatiku, melainkan dirimu. Dengan melihat senyummu saja, terasa ringan segala cobaan yang kuterima. Tak mengapa sabar sejenak, asalkan kita bisa kembali bersama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline