Lihat ke Halaman Asli

Kebaikan Kata

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

“ dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim?" Al Fushilat : 33

Pernahkah kita membayangkan… menjadi seseorang yang perkataannya “bercahaya”. Mereka yang mendengar perkataan kitamerasakan kedamaian,semangat, bertambah ilmu dan imannya, terinspirasi untuk berbuat baik, termotivasi untuk lebih rajin beribadah kepada Allah.

Pernahkah kita membayangkan…menjadi seorang guru yang murid kita bisa “menikmati” pelajaran yang kita sampaikan, mudah mencernanya, mudah memahami, bahkan tercerahkan. Atau menjadi seorang anak yang mampu membuat orang tua,keluarga, guru, saudara dan sahabat kita hatinya senang, tidak merasa tersakiti oleh perkataan kita.

Alangkah mulianya lisan Rasulullah saw… yang diucapkan beliau adalah “cahaya”, wahyu yang Allah turunkan. Alangkah bahagianya para sahabat r.a mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits secara langsung dari lisan Rasulullah saw.

Alhamdulillah… kita mesti bersyukur ketika Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits. Mari kita bayangkan, lafaz ayat-ayat Al Qur’an dan hadits itu keluar dari lisan Rasulullah yang mulia…, alangkah indahnya?

Kita pasti ingin meniru Rasulullah… kita ingin agar perkataan kita adalah “cahaya”, menjadi amal shalih, dan dicatat sebagai ibadah.

Sejenak, mari kita renungkan beberapa petunjuk dari Al Qur’an terkait perkataan atau “qaulan”, antara lain;

üQaulan sadida : perkataan yang benar

Kalimat yang kita sampaikan haruslah sebuah kebenaran (Al Ahzab:70, An Nisa:9),sebuah qaulal haq (Maryam:34),bukan dusta, isu, rumors, apalagi fitnah. Bukankah kita bosan dan jenuh melihat “panggung sandiwara” di lembaga-lembaga negara, kasus Antasari, Bibit-Candra, Bank Century…dll, penegakan hukum menjadi bertele-tele karena ada fihak yang tidak jujur, tidak berkata benar.

üQaulan ma’rufa : perkataan yang baik

Perkataan kita harus baik-baik isinya dan cara penyampaiannya (Al Baqarah ayat 235,263)

üQaulan baligha : perkataan yang membekas/komunikatif

Kita harus berusaha agar perkataan kita difahami oleh orang lain, komunikatif bahkan membekas (An Nisa:63).

üQaulan tsaqila : perkataan yang berbobot/berkualitas

Kalimat kita tidak boleh asal bunyi, sebisa mungkin ada isinya, berkualitas, ilmiah, dan bermanfaat (Al Muzzammil ayat 5).

üQaulan layyina : perkataan yang santun, lemah-lembut

Dalam surat Thaha ayat 44, Allah mengajarkan kepada Nabi Musa AS untuk mendakwahi Fir’aun dengan perkataan yang santun dan lemah-lembut. Jika kepada Fir’aun, manusia paling dzalim karena mengaku dirinya Tuhan saja, masih diperintahkan berkata santun, apalagi kepada orang-orang di sekitar kita yang baik-baik; orang tua, guru, keluarga, saudara, tetangga, teman, sahabat, mereka lebih berhak untuk mendapatkan kata-kata santun dan lemah-lembut dari kita.

üQaulan Karima : perkataan yang mulia

Dalam surat Al Israa’ ayat 23, Allah mengajarkan kita untuk mengucapkan perkataan yang mulia, terutama kepada orang-orang yang harus kita hormati; orang tua, guru, ulama.

üQaulan maisura : perkataan yang pantas

Kalimat yang kita ucapkan harus pantas, sesuai dengan tempat, situasi dan kondisi (Al Israa’:28)

Pernahkah kita ingin mengucapkan sesuatu perkataan yang baik, ilmiah, inspiratif, bercahaya? Tetapi ternyata yang keluar dari lisan kita hanyalah perkataan yang “sekedarnya”.

Sejatinya perkataan kita itu ibarat “ filosofi teko”… teko yang berisi teh akan mengeluarkan teh, teko yang berisi susu akan mengeluarkan susu. Selalu seperti itu, tidak pernah berubah. Perkataan kita akan didominasi kebaikan, didominasi cahaya… jika hanya jika isi hati dan pikiran kita didominasi kebaikan dan cahaya.

[Mungkin ada orang-orang yang mampu memanipulasinya…, bukankah sering kita lihat, kita baca, kita dengar tentang mereka yang pandai berbicara, tapi sesungguhnya semu. Atau mereka yang berbicara “baik” untuk sebuah pencitraan/image. Mungkin mereka bisa menipu orang-orang kebanyakan,so…kudu hati-hati jangan sampe ketipu. Tetapi perjalanan waktu dan orang-orang yang memiliki “kecerdasan hati” takkan bisa ditipu. Kata orang Jawa “becik ketitik olo ketoro”]

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita lisan yang baik, yang mampu menghasilkan perkataan yang benar, baik, mulia, komunikatif, berkualitas,pantas, dan santun. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline