Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Pilkada dari DKI ke Sumut

Diperbarui: 22 Februari 2018   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paslon Cagubsu Sumut 2018 (nasional.kompas.com)

Tahun 2017 baru saja berlalu dan kini kita sudah memasuki tahun 2018. Pada tahun lalu itu dilaksanakanlah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur DKI Jakarta beserta beberapa daerah lainnya. Kini tiba pula Pilkada yang sama untuk Provinsi Sumatera Utara bersama dengan beberapa Provinsi lainnya. 

Sudah jamak bahwa Pilkada DKI Jakarta itu adalah Pilkada yang paling "buruk" sepanjang sejarah demokrasi kita. Boleh dikatakan Pilkada DKI itu adalah Pilkada yang paling terburuk diantara semua Pilkada yang pernah ada. Tetapi, dipihak lain ada yang menganggap Pilkada DKI itu adalah yang paling "sukses".

Bagaimanakah tidak buruk, ketika salah satu Cagub DKI mengikuti prosesiPilkada disitu pula dia harus menghadiri sidang pengadilan yang mengadili  dirinya dengan tuduhan penistaan agama.Disamping itu aksi-aksi 411 dan 212 di tahun 2016 lalu turut serta pula membuat tegangnya suasana Pilkada DKI sehingga tidak ada kata lain yang bisa dilekatkan hanyalah kata chaos democratie.     

Yang diadili itu adalah Basuki Tjahya Purnama (Ahok), Cagub petahanaDKI, yang pada Pilkada DKI itu berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat, Cawagub petahanaDKI. Meskipun yang diadili itu adalah Basuki Tjahya Purnamaalias Ahoktetapi imbasnya tetap terasa juga pada Cawagubnya sendiri Djarot Saiful Hidayat.

Kini Djarot Saiful Hidayattersebut dicalonkan pula oleh PDI Perjuangan yang berkoalisi dengan PPP sebagai Cagub Sumatera Utara yang berpasangan dengan Sihar Sitorus sebagai Cawagubnya. Atas pertimbangan apa sampai Djarot Saiful Hidayatitu dicalonkan sebagai Cagubsu kita sendiri tidak mengetahuinya secara persis.  

Tetapi, yang sudah pasti gaungnya DKI akan bergema di Sumut. Lawan politiknya sudah pasti akan menggunakan kasusDKI itu untuk menyerang Djarot -- Sihardan dalam hal ini tidak akan terelakkan lagi praktek-praktek black campaign.

Disamping itu intrik-intrikterhadap masyarakat calon konstituenakan dilancarkan oleh mereka yang tidak menghendaki Djarot -- Siharmenang dalam Pilkada Sumut nanti maupun kandidat lainnya.

Kini saja sudah mulai nampak gejala-gejala untuk melakukan intrik-intriktersebut dengan menggunakan "tangan-tangan besi" sehingga suasananya kembali persis seperti zaman Orde Baru dahulu. "Penggiringan massal" akan terulang kembali seperti dimasa lalu dengan menggunakan cara-cara soft flattery(bujukan lunak) sampai kepada bentuk yang imperatif(paksaan).   

Ada dua faktor yang mempengaruhi mengapa skenarioitu akan dipaksakan pada Pilkada nanti. Faktor pertama, mabuk kekuasaan yang sudah ngebet(merasuk) kedalam otaknya. Faktor kedua, ada partai yang ingin come backberkuasa untuk "menabung" guna menghadapi Pemilu Legislatif dan Pilpres yang akan datang.

Dua partai besar lainnya, Partai Demokrat dan PDI Perjuangan, tidak bergabung kesana karena punya kandidat yang diusungnya sendiri. Dalam Pilkada Gubsu kali ini kedua partai itu hanyalah merepresentasikandirinya sebagai penyeimbang. Pede akan menang mungkin tak ada, kecuali Tuhan berkehendak lain.  

Meskipun Sumatera Utara hanyalah sebuah provinsitetapi nuansa politiknya di Pilkada nanti akan terasa juga gaungnya dalam skalanasionaldan mempunyai jangkauan ke depan yaitu ke Pemilu Legislatif dan Pilpres.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline