Rabies telah menjadi ancaman bagi masyarakat selama berabad-abad. Seperti yang telah diketahui, rabies selalu menyebabkan kematian apabila gejalanya sudah muncul, namun penyakit ini juga bisa dicegah dengan vaksinasi.
Sampai saat ini, 26 provinsi di Indonesia tertular penyakit rabies. Hal ini menempatkan lebih dari separuh penduduk Indonesia mempunyai risiko tertular rabies. Selain itu, rabies juga kerap dianggap sebagai salah satu penyakit prioritas karena mempunyai dampak yang luas, tidak hanya dampak kematian saja, namun juga dampak ekonomi dan sosial yang signifikan.
Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pada periode 2013-2018, tercatat 631 orang meninggal dunia di Indonesia karena rabies. Sedangkan secara global, estimasi jumlah kematian karena rabies mencapai 59.000 jiwa setiap tahunnya. Dengan kata lain, setiap tahun korban jiwa akibat rabies lebih dari jumlah korban jiwa akibat penyakit demam berdarah ataupun Japanese encephalitis.
Sebagian besar kematian tersebut terjadi di Asia (59,6%) dan di Afrika (36,4%) di mana hampir setengahnya terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Hampir seluruh kematian itu terjadi di negara berkembang yang disebabkan kekurangan sumber daya dan kapasitas dalam penyediaan fasilitas penanganan yang memadai.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Haesler dkk. (2012) menyebutkan bahwa secara keseluruhan, dampak ekonomi yang paling besar karena rabies terjadi akibat hilangnya produktivitas masyarakat dan besarnya biaya penggunaan vaksin anti rabies (VAR) ataupun serum anti rabies (SAR) yang menyebabkan kehilangan 1,74 juta DALYs atau disability-adjusted life years setiap tahun. Perkiraan biaya tahunan akibat rabies adalah 583,3 juta dolar Amerika yang berasal dari banyaknya penggunaan VAR dan SAR.
Studi lain yang dilakukan oleh Hampson dkk. (2015) menyebutkan, secara umum kerugian ekonomi karena rabies pada level global diperkirakan mencapai 8,6 milyar dolar Amerika setiap tahunnya yang dihitung dari beban penyakit yang berupa kematian manusia, pembiayaan rumah sakit, biaya pengobatan dan penanganan medis, serta biaya lain terkait dengan kehilangan waktu bekerja.
Di Indonesia, kerugian ekonomi akibat rabies belum pernah dihitung secara menyeluruh. Studi ilmiah terkait kerugian ekonomi baru dilakukan di beberapa daerah saja, seperti di Pulau Flores dan Pulau Bali.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Wera dkk. (2013), kerugian ekonomi secara langsung berdasarkan data tahun 1998-2007 diperkirakan mencapai 14,2 milyar rupiah per tahun.
Sedangkan di Bali, hasil studi yang dilakukan oleh Royal Veterinary College London dan University of Glasgow memperkirakan kerugian ekonomi yang mencapai 17 juta dolar Amerika atau setara 230 milyar rupiah waktu itu.