Selasa tanggal 4 Oktober 2022 di taman Fakultas Ilmu Sosial & Humaniora UIN Sunan Kalijaga saya dengan rekan-rekan baru saya membahas sebuah topik menarik yakni Korupsi. dalam pembahasan ini kami ingin mencari tahu apakah korupsi datang karena sebuah keharusan atau keperluan melihat negara Indonesia yang setiap tahun pasti ada berita mengenai kasus korupsi. mungkin sebagian masyarakat indonesia ketika melihat pemerintah yang terjerat dengan kasus korupsi mereka akan berkomentar dengan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah mengapa para koruptor ini tidak dihukum mati saja, karena para koruptor itu selalu membuat rugi negara. perspektif masyarakat seperti itu hanya melihat pada subjektivitas saja. namun, praktik korupsi bisa saja datang karena objektivitas.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, kita akan membahas apa itu korupsi terlebih dahulu. Definisi korupsi sendiri sangatlah luas akan tetapi hal yang sering dibicarakan ketika kita mendengar kata korupsi pasti meliputi 2 unsur yakni penyalahgunaan kekuasaan dan pengutamaan kepentingan pribadi. jika kita lihat lebih mendalam kedua unsur tersebut memiliki lingkup yang sempit. contoh dari penyalahgunaan kekuasaan adalah apabila seseorang yang tidak mempunyai jabatan publik lalu orang tersebut menerima suap dari pemerintah apakah tidak tergolong korupsi?
Mudahnya begini, ada seorang anak meminta uang pembayaran sekolah kepada orang tuanya lalu anak itu diberi uang yang cukup banyak 2x lipat dari uang yang diminta dan uang sisa tersebut digunakan untuk berfoya-foya yang seharusnya dikembalikan kepada orang tuanya, apakah anak itu tidak korupsi? jawabannya iya, anak itu korupsi tapi dia tidak menyalahgunakan kekuasaan. sedangkan, Contoh dari pengutamaan kepentingan pribadi. Bagaimana seseorang ketika berkelompok untuk sebuah proyek mendapatkan upah yang berbeda, dimana ketua mendapatkan upah yang lebih besar dari anggotanya. Apakah ini mementingkan pribadi untuk berkorupsi?.
kedua contoh yang sudah dipaparkan di atas, perilaku korupsi terjadi karena sebuah kebiasaan seseorang namun hanya berbeda lingkungan untuk melakukan tindakan korupsi. Pemikiran dari Pierre Bourdieu tentang Habitus, Field, dan Modal sangat relevan dengan pembahasan kali ini.
Pierre Bourdieu lahir pada tahun 1930 di Perancis. dia pernah bersekolah di Press Ecole Normale Superieure. Disana dia belajar mengenai filsafat marxisme Perancis, eksistensialisme Jean-Paul Sartre, dan antropologi struktural Claude Levi Strauss.
Bourdieu mengkritik filsafat marxisme dan eksistensialisme yang dianggap struktur dan agensi yang riil merepresentasi kerangka eksplanatoris yang eksklusif secara mutualistic. penjelasan mudahnya seperti ini, subjektivitas dan objektivitas memiliki sebuah kesamaan, agen dan struktur saling mempengaruhi satu sama lain. individu memiliki suatu kebiasaan lalu memproduksinya kemudian menjadi arena. pemikiran ini disebut dengan teori praktik sosial. Teori praktik sosial Pierre Bourdieu ini menjelaskan konsep (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik.
Habitus adalah ruang konseptual dimana pengalaman doxa tersimpan sebagai seperangkat ingatan (memories) mengenai bagaimana berperilaku. Habitus merupakan kebiasaan seseorang yang terbentuk karena struktur apa yang mereka lihat ketika setelah lahir. Habitus sangatlah berkaitan dengan field. field disini sebagai tempat atau ruang para agen sosial melakukan persaingan untuk mendapatkan berbagai sumber daya material maupun kekuatan simbolik.
Kebiasaan (habitus) yang diperoleh manusia tidak bisa lepas dari modal. disini Bourdieu tidak hanya membicarakan modal tentang ekonomi saja, melainkan budaya, sosial, dan simbolik. contoh seperti ini ketika seseorang itu mempunyai kebiasaan selalu membaca kitab suci, kebiasaan ini muncul karena didikan dari orang tuanya atau tempat dimana seorang ini menempuh ilmu. inilah modal yang dimaksud oleh Bourdieu.
Bisa dipahami bahwa kebiasaan korupsi yang dilakukan oleh para pemerintah ini berawal dari budaya korupsi turun temurun yang dimana ini menjadikan modal bagi pemerintahan selanjutnya dan terkadang tindakan korupsi ini bisa tertutupi karena tempat yang mereka duduki saling terinterkoneksi dalam satu partai/keluarga/ideologi. sehingga korupsi itu perlu dan harus dilakukan ketika menjadi pejabat karena subjektivitas dan objektivitas saling bersangkutan. kita tidak bisa menghukum mati seorang pejabat yang melakukan korupsi dan kita juga tidak bisa menyalahkan sistemnya. kita hanya bisa mengubah kebiasaan, field, dan modal yang ada pada sekitar kita karena ini menjadi hal penting untuk meminimalisir kasus korupsi.
Daftar Referensi:
Bourdieu, P. (1990) The Logic of Practice. Stanford University Press.