PRAKTIK KORUPSI YANG MENDARAH DAGING DALAM MASYARAKAT INDONESIA BERAKAR DARI ERA KOLONIAL BELANDA
Wafiq Azizah (2220203886208035)
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Parepare
Abstrak
Korupsi telah menjadi masalah yang serius di Indonesia selama bertahun-tahun. Dalam abstrak ini, kami menyelidiki perjalanan korupsi di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda hingga masa kini. Kami memeriksa akar sejarah korupsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya sepanjang sejarah bangsa ini.Dalam era penjajahan Belanda, korupsi telah memasuki lanskap politik dan administratif Indonesia. Sistem kolonial Belanda membangun birokrasi yang rentan terhadap praktek korupsi. Penguasa kolonial sering kali menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri sendiri, sementara kekuatan dan harta benda rakyat terus dieksploitasi.Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya pada tahun 1945, korupsi tetap menjadi ancaman yang berkelanjutan. Pada awal periode pasca-kolonial, institusi-institusi baru dalam negara ini mengalami kesulitan untuk mengatasi praktik korupsi yang sudah ada dan menghindari tumbuhnya korupsi baru. Korupsi di kalangan elit politik dan birokrat menjadi norma yang merugikan pembangunan nasional.Selama berbagai periode sejarah Indonesia, baik masa Orde Lama, Orde Baru, maupun Reformasi, korupsi tetap menjadi masalah yang merajalela. Korupsi melibatkan berbagai sektor, mulai dari politik, keuangan, infrastruktur, hingga layanan publik. Akar korupsi yang mendarah daging ini terletak pada kelalaian tata kelola yang baik, kurangnya transparansi, rendahnya akuntabilitas, dan kurangnya penegakan hukum yang kuat.Penanganan korupsi di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Badan Anti-Korupsi Indonesia (KPK) didirikan pada tahun 2002 sebagai langkah penting dalam upaya memerangi korupsi. Namun, upaya-upaya ini masih dihadapkan pada tantangan yang besar, termasuk resistensi dari pelaku korupsi itu sendiri.Untuk memerangi korupsi yang sudah mendarah daging di Indonesia, diperlukan upaya serius dari pemerintah, masyarakat sipil, dan seluruh elemen masyarakat. Perbaikan tata kelola yang baik, peningkatan transparansi, penguatan lembaga penegak hukum, serta kesadaran akan pentingnya integritas dan etika dalam kepemimpinan merupakan langkah-langkah kunci yang harus diambil untuk mengatasi korupsi di Indonesia.
Kata kunci : Korupsi,membudaya,turun temurun,sejarah,kolonialisme.
PENDAHULUAN
Korupsi di Indonesia sudah ada sejak lama, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh dari memuaskan. Di masa kerajaan dulu, sudah ada kebiasaan mengambil "upeti" dari rakyat kecil, yang masih berlanjut di masa Belanda ketika menguasai Nusantara (1811-1942) dan Zaman Inggris (1811-1816). Akibat kebijakan itulah
banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda, misalnya perlawanan Diponegoro (1825-1830), Imam Bonjol (1821-1837), Aceh (1873-1904) dan lain-lain.1 Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), karena itu perlu dihadapi dan ditangani dengan cara-cara yang luar biasa juga (extra judicial action). Perlakuan dan penaganan hukumnya pun harus dengan tindakan yang tegas dan berani dari para aparatur penegak hukumnya.2 Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang serius, karena dapat membahayakan stabilitas keamanan negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan social, ekonomi masyarakat, politik bahkan pula merusak nilainilai demokrasi serta moralitas karena semakin lama tindak pidana koorupsi, korupsi sudah menjadi budaya dan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.3 Korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik, massif dan terstruktur sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan Negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas.
METODE
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tindak-tindak pidana seperti korupsi yang ada di indonesia. Melalui pendekatan penelitian kualitatif, studi ini akan menggali tentang korupsi yang sudah membudaya di negara tercinta kita ini negara indonesia. Penelitian ini juga akan menggali mengenai langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah dalam menuntaskan korupsi di indonesia. Data akan dikumpulkan melalui argumen argumen para ahli dan masyarakat yang menuangkan argumennya pada beberapa laman website serta observasi di lingkungan sekitar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan tematik untuk mengidentifikasi temuan utama yang berkaitan dengan korupsi yang sudah mendarah daging di indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang betapa bahaya korupsi di indonesia yang sudah mendarah daging sejak zaman kolonial belanda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Begitu mendengar kata "korupsi" yang ada di benak pikiran kita tentu saja berkaitan dengan hal-hal yang berunsur politik. Memang korupsi dan politik kerap menjalin hubungan yang cukup erat. Entah itu di televisi maupun di media massa, sering sekali tersiar berita-berita para pejabat negara yang terciduk melakukan korupsi. Padahal bisa dibilang praktik korupsi ini sangat merugikan negara dan juga masyarakatnya. Misalnya saja kenaikan harga minyak serta langkanya peredaran minyak di pasaran yang sempat melanda negeri ini, tidak lain dan tidak bukan ternyata didalangi oleh para mafia yang mendapat keuntungan dari praktik korupsi mereka. Sehingga masyarakat pun kesulitan untuk memperoleh minyak, serta jika tersedia pun harganya tidak murah. Jika kita telusuri lebih lanjut, sebenarnya penyebab korupsi itu cukup beragam, diantaranya penegakan hukum yang rendah, senior atau atasan yang tidak memberi teladan yang baik, atau juga anggapan bahwa orang yang hartanya berlimpah adalah orang yang paling mulia alias uang adalah segalanya. Jikalau di Indonesia, seorang bawahan atau sesama senior yang jujur dan anti korupsi justru akan dijauhi oleh rekan-rekan yang korupsi dan akan kesulitan untuk naik jabatan, hal itu akan beda cerita dengan negara Tiongkok yang mana apabila ketahuan korupsi langsung ditembak mati. Justru di Indonesia seorang koruptor dijadikan tokoh masyarakat, kalaupun mereka di penjara, mereka bisa mendapat pelayanan yang tidak kalah mewah dengan kehidupannya di luar bui, bahkan bisa nonton pertandingan sepak bola di dalam selnya dengan layar yang HD. Bahkan
tidak sedikit juga koruptor-koruptor yang setelah bebas dari penjara masih punya sisa-sisa usaha sehingga hidup mereka tetap makmur. Meskipun begitu, pada kenyataanya praktik korupsi bukanlah hal yang baru terjadi di negeri ini, akan tetapi praktik ini merupakan warisan dari penjajah kolonial Belanda yang menjadi kebiasaan turun temurun masyarakat Indonesia hingga di era modern.
Sejak masa kolonial, praktik korupsi sudah merajalela dalam tubuh pemerintahan kolonial saat itu. Di masa itu pula korupsi kerap dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan dalam negara, maka tak heran apabila pejabat sangat identik dengan masalah korupsi. Jika kita kembali lebih jauh ke masa lalu yaitu di masa kesultanan Islam berkuasa di Indonesia, kesultanan-kesultanan seperti Cirebon, Banten, dan Mataram Islam pernah saling tempur demi merebut kekuasaan, tentunya hal itu terjadi sebab keserakahan dalam diri para penguasa dan bangsawan di kalangan kesultanan. Bahkan kesultanan Mataram Islam dan Banten runtuh akibat perebutan kekuasaan antar anggota keluarga kesultanan yang didasari oleh kepentingan individu. Mereka lebih memilih untuk mendapat kekuasaan dan memperkaya diri sendiri dari pada menjaga keutuhan dan kepentingan bersama, sehingga akhirnya monopoli Belanda memecah belah dan meruntuhkan mereka. Setelah Belanda menguasai sebagian besar wilayah Nusantara, VOC memainkan peran penting dalam menyebarkan virus korupsi ke dalam lapisan masyarakat Indonesia. Awalnya praktik yang kerap dilakukan oleh VOC ketika itu adalah memanfaatkan korupsi sebagai permainan politik untuk menjatuhkan kekuasaan, yaitu dengan menyebarkan hoax berupa isu korupsi antar bupati agar salah satu bupati tersebut kehilangan kekuasaannya. Namun, lambat laun banyak juga petinggi-petinggi VOC yang suka memupuk harta dengan cara korupsi menjelang masa pensiun mereka. Banyak juga petinggi-petinggi VOC yang melakukan nepotisme dan kolusi yang mana keduanya merupakan saudara kembar korupsi untuk memperoleh kenaikan jabatan. Hal tersebut akhirnya merembet ke bawahan-bawahan mereka di VOC, yang mulai meniru perilaku atasannya dan menjadikannya sebagai alibi. Hingga akhirnya hampir seluruh kalangan baik itu golongan elit maupun menengah ke bawah, baik itu pejabat maupun warga sipil, baik itu penjajah maupun pribumi, sama-sama melakukan korupsi. Ada seorang mandor yang memasukkan beberapa nama kuli ke daftar para kuli yang akan bekerja. Akan tetapi, kuli-kuli tersebut tidak pernah ada meskipun nama mereka tercantum dalam daftar tersebut, ternyata upaya itu merupakan tipu daya seorang mandor agar mendapat keuntungan dari pengeluaran gajinya. Meskipun begitu, beberapa upaya juga dilakukan oleh pihak VOC untuk mengatasi masalah korupsi akan tetapi upaya tersebut kerap gagal dilakukan karena ketidak konsistenan dan ketidak adilan dari pihak pemerintah Hindia Belanda, seperti penangkapan berkala yang dilakukan oleh Heeren XVII/Dewan Tujuh Belas (badan pemerintah Hindia Belanda yang bertugas menetapkan kebijakan hukum yang berlaku di wilayah Hindia Belanda) yang pada akhirnya badan tersebut memutuskan untuk membebas tugaskan seorang Gubernur Jenderal dan beberapa pejabat negara akan tetapi mereka tidak dijatuhi hukuman mati, padahal mereka melakukan tindakan korupsi yang cukup besar nominalnya. Selain itu, Gubernur Jenderal Hendrik Zwaardekroon pernah memerintahkan 24 pejabat keturunan Indo-Eropa yang jabatannya rendah bahkan sangat rendah dihukum mati karena menyelundupkan rempah-rempah sedangkan pejabat- pejabat yang lebih tinggi jabatannya dijatuhi hukuman yang lebih ringan. Hingga akhirnya korupsi menggerogoti tubuh VOC dan badan negara itu pun bubar pada tahun 1799 karena tidak bisa
membayar utang yang diakibatkan oleh ulah mereka sendiri. Bisa dibilang era kolonial Belanda melahirkan dan menumbuhkan budaya korupsi dalam masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Adapun permasalahan korupsi yang terjadi di masa kolonial Belanda tidak beda jauh dengan yang dihadapi oleh Indoensia di era Reformasi. Berbagai upaya sudah dilakukan, akan tetapi aparat rendahan selalu menjadi korban, bahkan pelapor menjadi tumbal. Bahkan, uniknya anggota KPK juga ada yang dijebloskan ke penjara lantaran korupsi. Seperti yang terjadi di zaman kolonial Belanda, masalah korupsi Indonesia masih jauh dari kata konsisten, bahkan dilakukan dengan setengah hati saja. Dengan demikianlah budaya korupsi tetap terjaga dan menjadi tongkat estafet antar generasi ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, perlu berbagai cara untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Memang mengatasi korupsi di Indonesia adalah tantangan yang kompleks, tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Dalam upayanya bisa melalui berbagai cara seperti penguatan sistem hukum, pendidikan, dan kesadaran masyarakat, serta penguatan pengawasan terhadap kasus-kasus korupsi. Namun, dalam implementasinya, kolaborasi dan keterlibatan semua pihak, baik itu pemerintah, masyarakat, juga institusi hukum sangat diperlukan. Dengan langkah-langkah yang tepat dan konsisten, tentu saja Indonesia dapat mengurangi tingkat korupsi dan membangun masyarakat yang lebih bersih dan merdeka dari korupsi.
KESIMPULAN
Korupsi merupakan masalah yang merugikan negara dan masyarakat Indonesia. Praktik korupsi ini memiliki akar yang beragam, seperti rendahnya penegakan hukum, kurangnya teladan yang baik dari atasan, dan persepsi bahwa kekayaan adalah segalanya. Praktik korupsi telah menjadi warisan dari masa kolonial Belanda dan terus berlanjut hingga era modern. Korupsi telah merajalela di kalangan pejabat dan juga melibatkan lapisan masyarakat yang lebih luas. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi korupsi, seperti penguatan sistem hukum, pendidikan, kesadaran masyarakat, dan pengawasan yang lebih ketat, namun masalah korupsi masih terus berlanjut. Perlu adanya kolaborasi dan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan institusi hukum, untuk secara konsisten mengatasi masalah ini. Dengan langkah- langkah yang tepat dan konsisten, Indonesia dapat mengurangi tingkat korupsi dan membangun masyarakat yang bersih dan bebas dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
https://bandungbergerak.id/article/detail/2775/korupsi-warisan-belanda-yang-masih-lestari- hingga-kini
World Bank. (2019). Enhancing Government Effectiveness and Transparency: The Fight Against Corruption.
Transparency International. (2021). Corruption Perceptions Index 2020. Transparency International Indonesia. (2020).
LaporanNasionalTII2019:IndeksIntegritasSekolah(IIS).Diaksesdari https://transparency.id/insights/14-direktori/27-indeks-integritas-sekolah-2019
Wijayanto, H., & Yuyetta, E. N. (2018). Pendidikan Anti Korupsi dan Perilaku Korup di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 21(2), 152-164.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H