Lihat ke Halaman Asli

Wadji

Ketua Umum Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI)

Djoko Tjandra, Joko Pandan, dan Joko Lainnya

Diperbarui: 3 Agustus 2020   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Corruption Painting by Ramal Kazim (Sumber gambar: www.saatchiart.com

Majulah Joko Pandan! Di mana ia?

Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang

Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang

Bait tersebut adalah kutipan dari “Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo”, sebuah sajak yang ditulis oleh W.S. Rendra. Ada dua tokoh yang secara eksplisit disebutkan oleh Rendra dalam sajak ini, yakni Atmo Karpo dan Joko Pandan.

Akhir-akhir ini nama Joko sering muncul sebagai headline sejumlah media masa. Memiliki nama Joko, bisa menjadi kebanggaan, namun mungkin ada juga yang malu. Bangga karena nama presiden R.I. yang ke-tujuh bernama Joko Widodo, malu karena ada buron yang bernama Djoko Tjandra. Terdapat kemungkinan juga ada yang merasa bangga sekaligus malu, bahkan ada juga yang tidak bangga dan tidak malu.

Di masa kecil saya, nama Joko amat populer dalam cerita ludruk. Ludruk adalah kesenian daerah Jawa Timur, yang kala itu kesenian tersebut masih menemui kejayaannya. Sandiwara tradisional yang pemainnya didominasi oleh laki-laki ini, di samping laris dari panggung ke panggung, juga populer melalui siaran radio. 

Waktu itu Ludruk RRI Surabaya adalah kelompok ludruk yang menguasai media radio dan memiliki peran penting dalam melestarikan budaya Jawa Timur. Ludruk tidak hanya sekadar tontonan, tetapi sekaligus merupakan tuntunan. Melalui lakon ludruklah, pemirsa/pendengar turut diajak untuk merenung tentang problema hidup. 

Ludruk memang menyajikan kisah-kisah hidup sehari-hari, selebihnya berupa mitos, legenda dan sejarah yang dikemas dalam cerita rekaan. Dulu, ludruk selalu ditunggu-tunggu. Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa sehari-hari, yang mudah dicerna oleh semua lapisan masyarakat. Tari Remo dan dagelan yang mengawali pergelaran ini membuat ludruk menjadi tontonan yang segar dan menghibur.

Dari sekian banyak nama-nama tokoh dalam ludruk, barangkali nama Joko adalah nama yang paling populer, yang menjadi judul lakon ludruk. Ada lakon Joko Umbaran, Joko Berek, dan Joko-Joko lain yang sebagian besar sudah tidak saya ingat lagi. Secara harfiah kata “joko” berarti jejaka, lelaki bujangan. Menurut situs namamia.com,  nama Joko melambangkan ambisi yang membaja. Jika nama seseorang Joko, ia adalah orang yang tak henti-hentinya berupaya meraih apa yang diinginkan dalam hidup.

Saat ini pergelaran ludruk di kampung-kampung jarang kita jumpai. Dulu ludruk mudah ditemui di tempat-tempat hajatan, baik pengantin, sunatan, atau sekadar acara syukuran. Seniman ludruk, kala itu juga kebanjiran order dari instansi-instansi pemerintah. Ludruk digunakan sebagai corong untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline