Lihat ke Halaman Asli

Wadji

Ketua Umum Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI)

Menyusui dan Menyuapi

Diperbarui: 2 Agustus 2020   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: shop.kmberggren.com

Dalam salah satu bait prosa lirisnya yang berjudul Pengakuan Pariyem (1981), Linus Suryadi AG menggambarkan bagaimana gelinya Pariyem ketika untuk pertama kalinya menyusui anaknya:

Dan waktu saya meneteki pertama kalinya

O, Allah, gelinya setengah mati, mas

Dengan bibir, lidah, dan gusinya lembut

penthil saya dikenyut-kenyut

Mengingatkan saya pada bapaknya

pada Den Bagus Ario Atmojo

gemar benar mengenyut penthil saya!

Ada sekian banyak pekerjaan ibu untuk bayinya, setidaknya adalah menyusui dan menyuapi. Dua kata bentukan tersebut berasal dari kata dasar "susu" dan "suap". Jika yang pertama nyaris tidak memiliki konotasi yang negatif, namun demikian kata yang ke-dua sudah terlanjur populer di dunia politik dan hukum, yang berkonotasi negatif.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini sangat sibuk dengan pemberantasan tindak "suap-menyuap", tetapi tidak pernah disibukkan oleh kegiatan "susu-menyusu."

Kegiatan menyusui hanya bisa dilakukan oleh perempuan. Perempuanlah yang ditakdirkan memiliki payudara, sementara itu laki-laki tidak. Secara biologis laki-laki dan perempuan memang berbeda. Perbedaan inilah yang kelak menimbulkan pembagian kerja secara seksual, perempuan di sektor domestik, laki-laki di sektor publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline