Cat: Ini blog tapi bahasanya mirip sama koran, ya sudahlah … :P
Narasumber: Yogi Fransbeen - Mahasiswa PNJ, Depok.
Sebuah cerita pagi ini saya awali dengan obrolan bersama dengan kawan saya yang berasal dari Tapanuli, namun memiliki rumah di kawasa Bukit Timah, Dumai, Riau. Saat itu saya sedang mengobrol tentang hutan pantai, tapi entah kenapa tiba-tiba jadi berbelok masalah air.
“Airnya itu warnanya kola-kola mas?” dia berkata. Jelas saja saya bingung. “Kolah?” dalam bahasa sehari-hari, kolah berarti tempat penyimpanan air untuk keperluan rumah, semacam kamar mandi tradisional.
“Itu, air yang warnanya hitam?” tanyaku. “Iya, …” Nah, percakapan di hilangkan sebagian karena mengandung merek dagang. Hehehe.
Nah, kawan saya ini pun lanjut bercerita tentang kehidupan di sana, terutama tentang air. Jadi, air di kota Dumai, Riau, tidak beradal dari PAM karena sedang dalam proses instalasi. Orang-orang harus membeli air dari tangki.
Tentunya itu sangatlah mahal, air saja harus beli dari tangki. Kemudian, kawan saya ini menambahkan bahwa air yang dari tangki digunakan untuk memasak dan air minum. Sementara itu, untuk urusan mandi dan mencuci, air keruh sungai lah yang digunakan.
Menurut kawan saya ini, di dekat kawasan tersebut terdapat beberapa pabrik. “Pastilah limbahnya dibuang di situ,” kira-kira begitulah satu kalimat yang dia sampaikan.
Wah, ternyata kasus semacam ini memang masih banyak dijumpai ya. Warna air hitam buat mandi? Kalau saya pribadi mungkin milih untuk tidak mandi (kebiasaan). Nah, semoga kawan-kawan nanti yang berada di perusahaan atau pabrik, lebih memahami pentingnya air bersih. Ini kalimat sok bijak sekali. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H