Lihat ke Halaman Asli

Perlukah Menteri untuk Tiap Agama?

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebenarnya, ide ini tercetus ketika ada obrolan di Twitter* setelah tragedi ledakan bom di Vihara Ekayana [Sumber] Kebetulan, Vihara tersebut juga tempat ibadah rekan dekat saya.

Waktu itu, pembicaraan sempat menuju ke arah kenapa Menteri Agama, sebagai Muslim, tidak mengucapkan selamat saat perayaan hari besar Umat Kristiani, yaitu Hari Natal.

Sebenarnya hal ini memang sangat sensitif. Karena, dengan tidak mengucapkan selamat, pastilah ada anggapan negatif terhadap umat Muslim.

Namun, di sisi lain, pendapat yang berbeda di kalangan umat Muslim sendiri terjadi. Ada yang memperbolehkannya dan ada yang tidak.

Nah, saya tidak akan membahas lebih lanjut terkait hal tersebut, karena bersifat sangat pribadi. Sebelumnya saya juga mohon maaf, saya sendiri tidak mengucapkan selamat pada saat umat agama lain merayakan hari besar, mohon dimaklumi.

Oleh karena itu, saya ingin mencoba menduga kenapa hal ini bisa dipermasalahkan. Satu hal, mungkin karena kita kurang membuka diri terhadap agama lain. Ini bukan bermaksud menuduh pembaca, mohon dimaafkan.

Saya kebetulan pernah berkunjung ke Sumatera Utara, yaitu di daerah PakPak Bharat, Sidikalang, dan Simalungun. Kebetulan sekali, saya tinggal di rumah pemeluk Nasrani. Saya di sana sering berdiskusi mengenai berbagai hal, termasuk agama dan keyakinan. Meskipun memang tidak khusus masalah mengucapkan selamat hari raya, setidaknya berbagai hal yang dianggap tabu bisa kami bicarakan dengan santai dan saling mengerti.

Sementara itu, saat berkunjung ke Simalungun, saya mendapati sebuah desa yang mayoritas Nasrani. Waktu itu, saya bertemu dengan kepala desa, karena kebetulan beliau juga Nasrani, maka saya dipersilakan untuk menginap di rumah orang Muslim.

Kira-kira begitu cerita singkatnya. Apalagi kalau terkait makanan, sekalinya saya datang ke sana, ke tiga tempat tersebut, saya diberitahu bahwa ini yang boleh dimakan orang Muslim dan tidak. Mereka yang memberitahu saya.

Dari situ, saya memetik satu hal yang penting untuk menjalin kerukunan dalam kehidupan antar pemeluk agama, yaitu berkomunikasi dengan baik serta tidak saling curiga satu sama lain. Bukan maksud saya menganggap bahwa di antara pembaca tidak berkomunikasi dengan baik.

Dalam artian, masing-masing agama memiliki aturan sendiri yang bersumber dari kitab suci masing-masing agama. Di umat Muslim, ada tambahan yaitu berupa Hadits serta kesepakatan berdasarkan cara-cara dalam dua sumber hukum tersebut. Tentunya, aturan tersebut yang harus diikuti oleh seorang Muslim. Begitu juga dengan Nasrani, ada Al Kitab, dan tentunya aturan itulah yang harus dipenuhi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline