Di sebuah kota bernama Konoha, waktu adalah sesuatu yang tak berharga. Lampu-lampu neon yang menyinari jalan-jalan selalu menyala, bahkan ketika malam mulai merayap dengan kabut tipis yang menggantung rendah. Jam digital raksasa yang terpasang di gedung-gedung pusat perbelanjaan terus berdetak, seakan mengingatkan bahwa waktu bukanlah sesuatu yang patut dihargai. Karena yang penting meningkatkan branding diri sebagai makhluk elit di kancah media sosial.
Waktu menunjukkan pukul 21:00. Malam itu dingin, tapi tak ada yang peduli. Di pusat kota Konoha, orang-orang masih sibuk berlalu lalang di antara toko-toko yang menyala terang. Mereka mengenakan mantel tebal dan syal, tetapi bukan untuk melindungi diri dari hawa dingin, melainkan sebagai simbol tren mode terbaru.
Di era yang makin gila ini, moral, empati, dan kemanusiaan sudah bukan menjadi hal penting. Semua diukur dengan apa pun yang menempel di tubuh. Mau bermoral baik, etika jempolan, dan pintar bersosialisasi, tapi tak ada barang branded, jangan harap mendapat respons positif dari masyarakat konoha.
***
Di salah satu toko elektronik, berdirilah sosok pemuda yang akrab di panggil Rian. Dirinya baru saja menyelesaikan sift malamnya di toko tempatnya mengais rupiah, yang terletak di sudut jalan utama. Ia bekerja di sana selama hampir dua tahun, tapi malam ini terasa berbeda. Matanya terasa berat, dan pikiran di kepalanya penuh dengan kebingungan. Kerlap-kerlip neon di sepanjang jalan yang bertebaran di depan toko malah makin membuat kepalanya berdentang-dentang.
Sore tadi, ada seorang ibu yang masuk dengan panik, bukan untuk mencari anaknya yang tak pulang selama berminggu-minggu. Tetapi untuk mencari ayam peliharaannya yang belum pulang sejak pagi. "Anak ayamku! Apakah kamu tahu di mana dia?" seru si ibu dengan suara gemetar. Sungguh, sorot mata si ibu sangat menyiratkan rasa duka yang mendalam.
Mendengar ocehan si ibu tersebut, Rian hanya bisa tersenyum kaku dan menggelengkan kepala. Dalam hati, Rian membatin: Orang sekarang kok malah sibuk mencari dan mengejar harta-harta yang fana? Sampai-sampai kewarasan hilang. Bisa-bisanya bertanya soal ayam hilang ke toko elektronik.
"Maaf, Bu. Kami hanya menjual gadget, bukan pelacak ayam," ucap Rian akhirnya.
Namun, pengalaman dan pikiran itu terus mengganggu Rian. Setelah keluar dari toko, ia berjalan melewati lorong pusat perbelanjaan yang masih ramai. Jam digital di atas toko pakaian menunjukkan pukul 21:15, tapi seolah-olah tidak ada yang peduli bahwa waktu sudah malam. Orang-orang terus bergerak seperti mesin, tanpa ekspresi, hanya mata mereka yang terus-menerus terpaku pada layar ponsel atau etalase kaca toko.
Langit malam di luar kota tampak seperti kegelapan yang tak terbatas, tapi di sini, di pusat kota Konoha, lampu-lampu terang menciptakan cahaya buatan yang menutupi langit berbintang. Rian merasa tersesat di antara lautan orang-orang yang tak pernah berhenti. Di antara langkahnya yang lambat, ia mendengar obrolan di sekitarnya.
"Sudah dengar? Seekor ayam hilang dari kota sebelah. Itu ayam mahal, mungkin dicuri," ucap si wanita berjaket biru, sambil menunjukkan postingan sosial media yang ada di gadgetnya. Lalu ia sodorkan gambar itu ke kawannya.