Lihat ke Halaman Asli

Wachid Hamdan

Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Realitas dan Kejahilan Semesta Tak Seindah Kinginan Raimu!

Diperbarui: 12 Oktober 2024   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Mungkin dalam sekian perjalanan hidup, akan ada banyak harapan, keinginan, dan idealis yang tersusun. Mulai sejak mbrojol dari gua garba sang bunda, belajar merangkak, berdiri, berjalan, hingga kita mampu membuat kesal orang tua sendiri, tentunya akan banyak hal-hal yang kita inginkan sebagaimana selera pribadi.

Mulai soal imajiner tentang harapan memiliki barang, keadaan hidup, kualitas pendidikan, berada di society yang dapat menerima kita dengan lapang dada, dan sebagainya, biasanya menjadi persoalan mainstream yang kita harapkan. Lalu berlanjut ingin memiliki pasangan yang maha sempurna, rumah mewah, mobil, motor, bahkan ada juga pejabat yang ingin memasukkan semua anak ke ranah pemerintahan. Hmmm... sungguh menjadi persoalan yang unik.

Hal-hal di atas sebenarnya tidak salah. Namun, semesta lagi-lagi berjalan sesuai orbit dan ketentuan misteriusnya. Berbagai idealis kita akan dihajar dan dicumbu oleh realitas yang kadang begitu brengsek manuvernya. Semua keinginan kita kadang sukar selaras dengan keadaan dunia sekitar. Tidak jarang pula merasa berada di keadaan asing, sama sekali tidak diharapkan, dan kadang bikin mencret-mencret sebab kondisi memuakkan yang dialami---realitas gemar sekali memperkosa idealis kita dengan begitu memalukan.

Sebut saja saat ada seorang pria yang hormon maskulinitasnya berpijar-pijar, mampu mengalahkan sinar hukum Negri Konoha yang meredup. Seolah dirinya paling good, paling cakep, paling kuat. Dengan keyakinan itu, ia berpikir pasti semua perempuan akan takluk dengan senyumannya. Hingga sebuah peristiwa menggetarkan bulu-bulu yang tersembunyi, sewaktu si pria berjalan-jalan di taman kota.

Dengan segala kemaskulinitas yang ia pikir mampu menaklukkan dunia, pria itu mendekati gadis yang tengah asyik menikmati es krim di bangku taman. Ada sesuatu yang magis dari cara lidah gadis itu mengitari ujung es krim Aice---sesuatu yang membuat jantung si pria berdegup lebih cepat, dan jakunnya bergerak tak karuan. Di pikirannya, ia sudah membayangkan adegan romansa dalam film-film Hollywood. Ini momen emasnya, momen di mana dunia akan berputar pelan, dan gadis itu akan tersenyum padanya. Si pria menghela napas, merapikan rambutnya, dan mulai berdeham.

Pertama, dehem pelan, berharap gadis itu akan menoleh dengan tatapan penasaran. Tidak ada respons. Pria itu mulai merasa sedikit ragu, tapi rasa percaya diri yang sudah meluap-luap terus memaksanya maju. "Mungkin dia tidak dengar," pikirnya. Jadi ia berdeham lebih keras, kali ini sambil membenahi jam tangan imitasi di pergelangan kiri---seolah itu jam tangan mewah yang layak diperhatikan.

Namun, lagi-lagi gadis itu tak bergeming. Rasanya aneh, seperti dunia sedang mempermainkannya, seperti semesta memang sengaja menyusun plot untuk mempermalukannya. Ia bisa merasakan tatapan beberapa orang di taman mulai beralih padanya, tetapi bukan tatapan yang ia harapkan. Mereka tidak melihat "pahlawan romansa" yang akan menyelamatkan gadis itu dari kebosanan, melainkan seorang pria kikuk yang terlalu keras berusaha menarik perhatian. Pria itu tidak menyerah. Dengan penuh tekad, ia berdeham sekali lagi, lebih keras, kali ini berharap suaranya akan menghentikan perputaran bumi sejenak.

 "Woiii! Kalau punya penyakit, periksa! Jangan malah pergi main ke taman!" suara gadis itu akhirnya meledak, tapi bukannya perhatian penuh kasih, yang ia dapat justru bentakan penuh jijik. Pria itu terpaku, tak sempat berpikir apapun saat gadis itu berlalu dengan cepat, meninggalkannya dengan muka yang mulai memerah. Sepersekian detik kemudian, orang-orang yang dekat dengan TKP tertawa tergelak, menatap wajah konyol mirip monyet yang jadi ekspresi si pria, pasca di bentak.

Semula sang pria ingin mendapatkan tatapan teduh, respons hangat, dan pikirnya, bisalah kalau duduk di sampingnya. Tapi apa? Semesta tidak berjalan sebagaimana pikiran modus si pria. Gadis itu berlalu sambil memaki si pria, yang sukses membuat mukanya seperti monyet, dibarengi gelak tawa dan tatapan miris dari pengunjung taman.

Yaaah, begitu sih kalau ingin sedikit melihat kejahilan semesta. Mungkin raja jahil di dunia ini ya, si semesta itu sendiri. Banyak plot twist yang sering ia hadirkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Kadang hal-hal menyenangkan, tidak jarang pula mampu bikin kita merasa orang paling beruntung. Kadang hal-hal memuakkan yang bikin kita uring-uringan. Nah, tak ketinggalan kondisi di tengah-tengah dua kondisi sebelumnya, yang sering bikin kita merasa menjadi orang paling dungu, sial, dan merana di semesta yang lagi-lagi tak peduli dengan seekor manusia yang sedang tantrum karena ulah jailnya.

Mau menghibur diri dengan quotes, "Habis hujan badai pasti ada pelangi!" Hmmm... capek banget, ndak sih? Hidup kita itu terus berjalan, semesta terus berulah, dan bisa-bisanya kita bertahan dengan sok-sokkan damai. Apa lagi konyolnya, sebagian dari kita malah milih berdiam diri, rebahan, dan sibuk berangan-angan akibat pelipur delusi itu. Heeei! Banguuuunn! Jalani realitas yang ada, bukan malah sibuk menambah beban diri dengan makin membumbungkan idealis kita, menunggu pelangi seusai badai kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline