NPM: 220908102
Industri perfilman di Indonesia telah berkembang pesat sejak kemunculannya pada awal abad ke-20, menunjukkan dinamika yang kaya dalam konteks budaya dan politik. Film pertama di Indonesia, "Loetoeng Kasaroeng," diproduksi pada tahun 1926 dan menjadi titik awal bagi perfilman lokal. Seiring berjalannya waktu, industri ini mengalami berbagai perubahan, mulai dari era kolonial, pasca-kemerdekaan, hingga era reformasi yang membawa kebebasan berkreativitas lebih luas. Saat ini, perfilman Indonesia tidak hanya berkembang dalam hal jumlah produksi, tetapi juga kualitas yang semakin kompetitif di kancah internasional. Sebagai contoh, pendekatan semiotika dalam analisis film membantu memahami makna-makna yang tersembunyi di balik simbol-simbol visual dan auditori. Teori semiotika Roland Barthes menjadi landasan penting untuk meneliti bagaimana film menyampaikan pesan melalui elemen-elemen seperti dialog, setting, dan pemilihan karakter. Dalam film "Kukira Kau Rumah”.
Film Kukira Kau Rumah, yang disutradarai oleh Umay Shahab dan diproduksi oleh Prilly Latuconsina, mendapat perhatian luas sebagai film yang mengangkat tema kesehatan mental dengan cara yang sensitif. Film ini berkisah tentang karakter utama, Niskala (diperankan oleh Prilly Latuconsina), seorang wanita muda yang menghadapi gangguan bipolar, dan bagaimana dirinya menjalani hidup dengan perjuangan terhadap kondisi ini. Dalam perjalanannya, Niskala bertemu dengan Pram (Jourdy Pranata), seorang pemuda yang mengajarkan Niskala tentang cinta, kepercayaan, dan persahabatan, namun hubungan mereka penuh dengan konflik batin dan ketidakseimbangan emosional akibat tantangan pribadi yang mereka hadapi.
Berdasarkan konsep-konsep yang diuraikan dalam Buku Ajar Filmologi, film ini dapat dianalisis melalui elemen sinematik yang digunakan untuk menyampaikan kedalaman emosi dan tema utama cerita. Salah satu aspek yang menonjol adalah bahasa visual yang secara efektif mencerminkan kondisi mental Niskala. Penggunaan pencahayaan, seperti cahaya lembut pada momen damai dan cahaya redup atau kontras dalam adegan penuh konflik, menjadi cara untuk menggambarkan fase emosional bipolar yang dialami Niskala. Pendekatan sinematografi ini membantu membangun suasana dan emosi yang sesuai dengan perjalanan karakter, memberikan efek dramatis yang memperkuat narasi. Selain itu, Buku Ajar Filmologi menyoroti pentingnya elemen mise en scène dalam pengembangan karakter. Dalam Kukira Kau Rumah, unsur-unsur visual, termasuk properti, tata letak ruangan, dan penataan kostum, berperan penting dalam menggambarkan kepribadian Niskala serta suasana emosionalnya. Detail ini memberikan petunjuk tentang kondisi mental Niskala secara tidak langsung, memperkaya pengalaman visual tanpa harus bergantung sepenuhnya pada dialog. Misalnya, ruangan yang sunyi dan redup mencerminkan perasaan kesendirian dan isolasi yang dialami karakter utama.
Selain aspek visual, film ini juga memanfaatkan musik dan suara latar sebagai elemen penting untuk membangun suasana hati kondisi psikologis karakter. Buku Ajar Filmologi menyebutkan bahwa musik dapat memengaruhi persepsi penonton terhadap karakter dan alur cerita. Musik dalam Kukira Kau Rumah disusun untuk mengikuti perubahan emosi Niskala, dengan nada lembut dalam momen refleksi dan ketegangan nada pada fase-fase sulitnya, sehingga penonton dapat merasakan langsung pergulatan batin karakter. Sebagai sebuah karya yang mencatat rekor pendapatan tinggi, Kukira Kau Rumah juga membawa diskusi penting tentang kesehatan mental ke masyarakat luas.
Mengikuti struktur kritik film yang digariskan dalam Buku Ajar Filmologi, beberapa kriteria utama—realitas, kompleksitas, dan hiburan—diaplikasikan dalam penilaian film ini. Aspek realitas terlihat dari penggambaran autentik kondisi bipolar, sementara kompleksitas tercermin dari karakterisasi dan konflik emosional yang dihadapi Niskala. Nilai hiburan hadir melalui sinematografi dan musik yang menyentuh, membuat film ini tetap relevan dan menyentuh penonton, meskipun membahas tema yang sensitif.
Salah satu tonggak kemajuan perfilman Indonesia adalah semakin seringnya film Indonesia meraih penghargaan di tingkat internasional. Baru-baru ini, sebuah film karya sutradara muda Indonesia berhasil meraih penghargaan di festival film internasional. Penghargaan ini tidak hanya meningkatkan reputasi sineas muda tersebut tetapi juga menunjukkan kemajuan signifikan dalam kualitas produksi film Indonesia. Dengan meraih penghargaan di luar negeri, film-film Indonesia diharapkan dapat terus menembus pasar internasional, membuka peluang kolaborasi, dan menarik minat investor untuk mendukung produksi lokal. Hal ini juga berdampak pada peningkatan minat masyarakat Indonesia terhadap film karya anak bangsa, yang diharapkan dapat menjadi basis pertumbuhan industri ini.
Industri perfilman Indonesia telah menempuh perjalanan panjang, menghadapi tantangan dan kendala mulai dari sensor ketat, krisis ekonomi, hingga perubahan kebijakan pemerintah yang kadang-kadang kurang mendukung. Namun, dengan peningkatan jumlah penonton dan dukungan dari pemerintah, perfilman Indonesia mulai memasuki fase baru di mana kualitas film yang dihasilkan tidak kalah dengan negara-negara lain. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, misalnya, telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mendukung perkembangan industri kreatif, termasuk perfilman. Hal ini mencakup penyelenggaraan festival film lokal yang mengundang sineas muda untuk menunjukkan bakat mereka dan memperluas jangkauan mereka di dalam dan luar negeri. Selain itu, digitalisasi turut mendukung distribusi film yang lebih luas, terutama melalui platform streaming yang memudahkan penonton mengakses film lokal tanpa batasan geografis. Dengan adanya platform streaming, film-film Indonesia kini dapat diakses oleh khalayak internasional, menjadikan film Indonesia lebih dikenal dan diapresiasi oleh penonton global. Hal ini merupakan peluang besar bagi sineas untuk memamerkan karya-karya mereka di luar batas Indonesia dan memperkenalkan budaya lokal ke panggung dunia.
Film Kukira Kau Rumah telah menunjukkan bahwa perfilman Indonesia semakin terbuka untuk mengangkat tema-tema sosial yang penting dan melibatkan isu kesehatan mental. Di tengah tantangan industri, karya ini berhasil menjadi sarana edukasi dan refleksi bagi masyarakat, menunjukkan bahwa film dapat menjadi medium yang efektif dalam meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang seringkali dianggap tabu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, L. P. (2022). Analisis Semiotika Tentang Representasi Disfungsi Keluarga Dalam Film Boyhood. Journal of Discourse and Media Research, 1(01), Article 01. https://journal.rc-communication.com/index.php/JDMR/article/view/16
Barthes, R. (2012). Elemen-Elemen Semiotika. Terjemahan M. Ardiansyah. IRCiSoD Christomy, T dan Untung Yuwono. 2004.
Fitri Nurjanah, 162050082. (2021). ANALISIS SEMIOTIKA FILM “KARTINI” SEMIOTIC ANALYSIS “KARTINI” MOVIE [Other, FISIP UNPAS]. http://repository.unpas.ac.id/53235/
Hasbullah, M. (2020). Hubungan Bahasa, Semiotika dan Pikiran dalam berkomunikasi. Al-Irfan : Journal of Arabic Literature and Islamic Studies, 3(1), Article 1. https://doi.org/10.36835/al-irfan.v3i1.3712
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H