Lihat ke Halaman Asli

Diplomasi Utsman bin Affan dalam Kasus Ubaidillah bin Umar bin Khattab

Diperbarui: 31 Oktober 2019   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Utsman bin Affan merupakan khalifah yang menggantikan Umar bin khattab.  Pada masa Utsman dan Ali-lah umat Islam dihadapkan dengan realitas perpecahan. Utsman bin Affan merupakan sosok sahabat yang istimewa, karena Utsman merupakan sosok perpaduan antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Istrinya adalah Ruqayyah yang merupakan puteri Rasulullah, kemudian Ruqayyah meninggal dan kemudian ia dinikahkan kembali dengan puteri Rasulullah yang lain yaitu Ummu Kulsum. Karena itulah Utsman kemudian mendapatkan julukan "Dzurraini" atau yang berarti dua cahaya.

Utsman bin Affan merupakan sosok yang terpilih melalui tim formatur yang terdiri dari tujuh orang yang melahirkan 3 calon utama. 3 orang tersebut merupakan Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan juga Abdurrahman bin Auf yang akhirnya memilih mundur dan menjadi hakim. Kemudian namanya-lah yang terpilih. Utsman terpilih ketika berusia 70 tahun dan menjabat selama 12 tahun kepemerintahan.

Utsman bin Affan merupakan Khulafaurrasyidin yang menjadi khalifah setelah meninggalnya Rasulullah yang meneruskan dan menggantikan Abu Bakar serta Umar bin Khattab. Umar bin Khattab yang meninggal dengan tragis yang mana ditikam oleh budak Persia saat sholat subuh berjamaah di Masjid Nabawi meninggalkan luka tersendiri bagi puteranya Ubaidillah.

Ketika Utsman menjabat sebagai khalifah. Permasalahan pertama yang harus diselesaikan adalah kasus terbunuhnya khalifah sebelumnya, yaitu Umar bin Khattab. Meninggalnya Umar bin Khattab menimbulkan luka tersendiri bagi puternya, Ubaidillah bin Umar bin Khattab. Umar dibunuh oleh 3 orang , dimana Abu Lu'luah seorang budak Persia sebagai eksekutor. 

Mendengar hal tersebut timbul dendam tersendiri bagi Ubaidillah. Ubaidillah kemudian membunuh Abu Lu'luah beserta puterinya yang juga sedang berada di tempat yang sama, padahal puterinya merupakan seorang muslim. Membunuh seorang kafir dzimmi dan seorang muslimah membuah Ubaidillah harus di hukum Qishas.

Dihadapkan dengan hal itu, Utsman bin Affan menjadi dilemma. Jika ia memilih untuk tidak menghukum Ubaidillah maka Utsman dianggap tidak menegakkan syariat Allah. Namun disisi lain jika ia mengqishas Ubaidillah tentu saja akan menimbulkan banyak pembangkangan.

Melihat gentingnya hal ini, Utsman harus segera mengambil keputusan. Akhirnya, ia benar-benar menegakkan hukum Allah dengan memaafkan Ubaidillah. Hal ini bisa terjadi karena Utsman telah menelusuri apakah anak dari Abu Lu'lu'ah memiliki ahli waris. Ternyata puterinya tidak memiliki ahli waris hingga kemudian ahli warisnya berarti dinisbatkan ke negara. 

Namun, hal itu tetap harus di ganti dengan permintaan sebagai ganti. Kebijaksanaan Utsman dalam penyelesaian hal inilah yang kemudian membuat tidak ada pihak yang keberatan satupun. Karena secara tidak langsung dua keinginan masyarakatnya dapat dipenuhi secara bersamaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline