Hampir semua orang yang hadir di Kompas Institute dalam rangka diskusi "Membaca Sejarah Indonesia" setuju kalau pelajaran sejarah jaman sekolah dulu (sebelum universitas), sangat membosankan karena hanya sekedar menghapal tanggal, tahun, nama-nama pahlawan, nama peristiwa, dsj. Hadirin yang lebih muda pun memberikan kesan yang sama, dengan tambahan pelajaran Sejarah di sekolah hanya sekedar untuk mengisi LKS (Lembar Kerja Siswa).
Apakah benar pelajaran Sejarah semembosankan itu?
Secara pribadi, kalau masalah hapalan iya sih. Kebetulan saya tipe orang yang malas menghapal. Saya lebih suka mengerti sesuatu dan tidak perlu menghapal. Karena kalau menghapal saya harus membaca bersuara berulang-ulang sambil berusaha mengingat-ingat. Dan itu mengganggu orang lain yang mendengar. Selain itu, waktu belajarnya jadi dobel. Pertama waktu belajar dengan kehadiran guru, kedua waktu berusaha menghapal karena akan ujian.
Kesan yang sama pernah saya dengar dari beberapa teman yang bukan orang Indonesia. Jadi kelihatannya persoalan belajar sejarah membosankan itu bukan cuma di Indonesia.
Namun demikian, biasanya tanpa sengaja kita bicara dan mencari tahu tentang sejarah karena kebetulan sedang mengunjungi suatu tempat dan ada keingin tahuan mengenai sejarah terkait tempat itu. Misalkan kita mengunjungi Candi Borobudur, pasti ada sedikit ingin tahu mengenai asal-usulnya. Dari sini sebenarnya sedikit ada gambaran bahwa sejarah itu sebenarnya menyenangkan, terutama jika kita mencari tahu kisah dibalik sesuatu.
Sepanjang diskusi ini, dengan tiga orang nara sumber yang berasal dari background yang berbeda di Kompas Institute, bicara tentang sejarah, dalam hal ini sejarah Indonesia, sungguh menyenangkan. Apalagi diskusi dengan para peserta cukup interaktif dan melahirkan ide-ide baru.
Adapun ketiga nara sumber itu adalah Pak Peter Carey, seorang sejarawan dan penulis yang secara khusus mempelajari tentang Pangeran Diponegoro, yang kedua Mba Edna C. Pattisina, seorang penulis dan wartawan harian Kompas, serta yang ketiga, seorang komika yang juga penulis, yaitu Mas Adit MKM.
Yang unik Mas Adit MKM ini adalah seorang yang rajin mereview buku dan mempengaruhi orang lain untuk membeli dan membaca buku yang dia review. Salah satu buku yang dia review adalah buku tulisan Pak Peter Carey.
Pak Peter Carey sendiri adalah seorang "bule" yang memutuskan untuk meneliti mengenai Pangeran Diponegoro setelah beberapa hal yang tidak sengaja dia temui dan alami, yang meyakinkan beliau untuk melakukan hal itu. Itulah "eureka" yang membawa dia ke pulau Jawa untuk mempelajari serta mencari tahu tentang Pangeran Diponegoro.
Miriskah kalau justru orang asing yang menulis tentang sejarah Indonesia? Kenyataannya dalam diskusi ini terungkap bahwa data-data sejarah Indonesia justru banyak ditemukan di luar Indonesia. Jadi buat saya pribadi ada orang asing yang meneliti dan menulis tentang sejarah Indonesia bukan sesuatu yang luar biasa. Namun, saya tertarik karena Pak Peter ini secara khusus meneliti tentang satu orang Pahlawan Indonesia, yaitu Pangeran Diponegoro. Dalam pemikiran saya berarti itu akan sangat detail, tentang pribadinya, keluarganya, kebiasan-kebiasan yang melatar belakangi tindakan-tindakannya, dan segala sesuatu yang lain terkait Pangeran Diponegoro. Sementara yang kita tahu dari sekolah hanya sedikit saja tentang Pangeran Diponegoro. Boleh dibilang mungkin hanya sebatas pahlawan dari daerah mana dan tentang perang Diponegoro.