Ukraina adalah salah satu lokasi dimana permintaan outsourcing tenaga IT dan engineering paling tinggi di dunia. Mereka dibutuhkan oleh negara-negara diluar wilayah mereka, baik diluar negeri yang berbeda wilayah waktu (offshore) maupun untuk negara tetangga mereka (near-shore).
Lantas bagaimana nasib perusahaan-perusahaan yang memakai jasa mereka selama perang antara Rusia-Ukraina ini?
Tentu saja sangat berpengaruh, terutama bagi perusahaan-perusahaan dari negara-negara Eropa dan Amerika yang banyak menggunakan jasa mereka. Apalagi tenaga-tenaga senior dan berpengalaman untuk pekerjaan teknikal digital sangat sulit ditemukan sementara sumber daya itu sangat menonjol di Ukraina.
Ukraina adalah lokasi kunci untuk mengerjakan dan menyelesaikan proyek-proyek IT dan layanan R&D (Resource and Development) di Eropa dan Amerika. Diperkirakan sekitar 70 ribu hingga 100 ribu pekerja IT dan R&D dengan kualifikasi yang tinggi yang berlokasi di di Ukraina, akan terganggu karena perang ini.
Mereka rata-rata bekerja untuk penyedia layanan pihak ketiga dengan pengguna jasa dari industri perbankan, retail, auto mobile dan kesehatan. Padahal, di zaman ini, bisa dibilang manusia sedikit banyak sudah tergantung kepada teknologi dalam kehidupannya sehari-hari.
Hal ini menjadi pelajaran bagi perusahaan-perusahaan pengguna jasa tenaga IT dan engineering yang memusatkan layanan IT-nya hanya pada satu lokasi. Tentu mereka terdampak lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang menyebar sumber daya manusianya di beberapa tempat dan negara.
Perang adalah sesuatu yang tidak diprediksi dan tidak dapat dihindari, seperti juga bencana alam dan penyakit. Contohnya Covid-19 yang masih kita alami sampai sekarang, badai Hurricane, banjir bandang, dsj yang diprediksi terjadi sekitar 3 sampai 5 tahun sekali.
Untuk kasus perang, banyak pihak tidak menyangka bahwa perang semacam Rusia-Ukraina ini bisa terjadi di abad 21. Hal-hal seperti ini disebut sebagai "Black Swan Event". Jadi, memang sebaiknya outsourcing sumber daya IT dan engineering tidak dipusatkan di satu tempat saja.
Semoga dengan kesadaran itu, tenaga IT Indonesia dapat ikut diperhitungkan. Apalagi ternyata menurut beberapa sumber yang saya baca, skill IT saat ini, tanpa perang pun memang masih kurang jumlahnya.