LPG 3 KG hanya untuk masyrakyat miskin, itulah yang tertulis pada tabung gas LPG berwarna hijau tempat penampungan LPG seberat 3kg. Entah apa kriteria masyrakyat miskin yang dimaksud karena yang diijinkan untuk membeli gas LPG 3kg itu adalah untuk pedagang keliling, kantin-kantin kecil, dan untuk penggunaan rumah tangga. Kenyataannya rumah tangga itu bisa juga rumah tangganya orang kaya.
Entahlah saya tidak tahu aturan yang sebenarnya. Hanya saja saya sering mendengar dan membaca bahwa pasokan gas LPG ini sering kali kurang dibandingkan dengan kebutuhan. Jika pasokan sering kurang dibandingkan dengan kebutuhan, jika mengikuti tulisan pada tabung, logikanya ada banyak sekali masyrakyat miskin.
Benarkah demikian ataukah distribusinya yang tidak tepat sasaran? Jangan-jangan banyak rakyat tidak miskin yang memposisikan diri sebagai 'masyrakyat miskin'. Kondisi pasokan kurang dibandingkan dengan kebutuhan/permintaan ini pun dapat digunakan oleh non agen penjual untuk menjual lagi di wilayah tertentu setelah membeli dalam jumlah banyak di wilayah yang lain.
Bagaimana mengetahui bahwa distribusi gas tersebut tepat sasaran? System antrian satu orang satu KTP satu tabung ternyata tidak efektif karena konsumen masih bisa ngotot bahwa mereka membantu mengantrikan tetangga yang sakit, tetangga yang lansia, atau sekalian mengantrikan tetangga sebelah rumah.
Belum lagi para pedagan keliling yang kebutuhan gasnya lebih banyak daripada kebutuhan rumah tangga karena mereka berjualan dari pagi sampai sore tanpa berhenti. Apakah jatah mereka dapat disamakan dengan jatah kebutuhan rumah tangga?
Penjualan dengan mewajibkan konsumen membawa KTP sudah tepat, tapi seharusnya bukan hanya sekedar memperlihatkan KTP. KTP itu harus divalidasi kedalam system online yang dapat megidentifikasi apakah KTP tersebut sudah pernah dipakai untuk membeli gas hari ini atau sesuai periode yang ditentukan?
Rasanya sudah waktunya Indonesia menggalakan system komputerisasi di bidang ini. Apalagi sekarang sudah diterapkan e-ktp dimana NIK nya unik alias tidak ada yang sama, sehingga seharusnya masalah ditribusi yang tepat sasaran dapat dicapai.
Ada baiknya Pertamina menyediakan system komputerisasi online untuk para agen penjual dimana mereka login ke satu database yang sama, minimal per kota atau wilayah. Hal ini berguna untuk mencegah pembelian berlebihan oleh satu orang yang mungkin untuk dijual lagi di wilayah lain.
Setiap pembeli wajib memberitahukan NIK nya dan diinput kedalam system untuk divalidasi. Jika NIK sudah tidak valid untuk penjualan pada periode tertentu, maka agen penjual berkewajiban menolaknya.
Selain itu, system komputer tersebut juga dapat dihubungkan dengan data kependudukan untuk mengidentifikasi apakah konsumen ini tergolong 'masyrakyat miskin' atau bukan. Jika bukan golongan masyarakyat miskin, agen penjual berkewajiban menolak menjual LPG 3Kg tersebut.
Sebaiknya system online ini dilengkapi dengan fitur pencetakan faktur untuk pembeli dan penjual. Penjual menyerahkan faktur penjualan kepada pihak berwenang agar dapat dibandingkan dengan jumlah pendistribusian kepada agen penjual.