[caption caption="Guru dan Siswa MIS Nafi'u Buton"][/caption]
Madrasah Ibtidaiyah Swastra Nafi’u (MIS Nafi’u) terletak didaerah pedalaman Wa Pe’u Desa Lasalimu Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Kata Nafi’u diambil dari kata Nafa’a artinya memberi manfaat. Dahulu orang orang di Desa Lasalimu menyembut masyarakat di pedalaman Wa Pe’u sebagai orang orang Pe’i artinya tempatnya orang-orang bodoh dan tidak terdidik. Atas kesan itulah mereka ingin merubah imej tersebut dari orang-orang Pe’i menjadi orang-orang Nafa’a, “Sebenarnya asal kata dari Wa Pe’u itu Pe’i artinya bodoh maka setelah kami masuk dan mendirikan madrasah, maka kami tidak ingin menjadi Pe’i lagi melainkan kami harus menjadi orang-orang yang Nafi’un yakni orang-orang yang selalu bermanfaat, “ ujar Amrunsaat diinterview, sambil menambahkan itulah yang menjadi alasan sehingga madrasah tersebut diberi nama MIS Nafi’u.
Madrasah ini, berada dibawah kendali Yayasan Pendidikan Darunnajwa Wazziadah, yang dibentuk pada tahun 2009 berdasarkan akta otaris Nursamsyi S.H,MKn Nomor 16. Kemudian sesuai dengan surat keputusan kepala Kementrian Agama Kabupaten Buton, tertanggal 3 September 2012 Mis Nafi’u telah resmi beroperasi berdasarkan SK izin operasional no 8 tahun 2012.MIS Nafi’u juga telah memiliki Nomor Statistik Madrasah dan Nomor Pokok Sekolah Nasional yakni 111274040011 dan 60727194. Status Kelompok Kerja Madrasah (KKM) MIS Nafi’u tercatat sebagai anggota dari MIN 1 Buton yang telah memiliki Komite Madrasah sendiri.Yang bertindak sebagai kepala MIS Nafi’u dipimpin oleh seorang wanita yang juga istri sang ketua yayasan bernama Juhartin, S.pd.
[caption caption="Kegiatan Belajar Mengajar"]
[/caption]
MIS Nafi’u berdiri di sebuah lahan yang juga merupakan hasil hibah dari masyarakat adat setempat dengan ukuran kurang lebih 1 hektar(1.000 meter persegi). Saat ini, MIS Nafi’u memiliki 3 buah bangunan yang terdiri dari 1 bangunan permanen (tembok), 1 bangunan papan dan 1 bangunan dari ayaman bambu (jelajah). Bagunan permanen di tempati oleh siswa kelas V dan VI sedangkan bangunan papan ditempati oleh kelas III dan IV lalu kemudian bangunan jelajah ditempati oleh kelas I dan II.Uniknya, hingga saat ini MIS Nafi’u tidak memiliki kantor kepala sekolah mapun dewan guru,“ kami selalu berkantor di bawah pohon, “ ujar Amrun yang ditemui di kediamannya. Keinginannya mendirikan madrasah di daerah pedalaman tersebut, lanjut Amrun bermula saat dirinya bertemu sekumpulan anak-anak kecil yang tidak bersekolah, “ Saya melihat ada banyak anak-anak yang berkeliaran dijalanan, kemudian saya tanya kenapa tidak sekolah, anak akan tersebut tidak ada yang menjawab, “ jelasnya
Melihat anak-anak tersebut tidak menjawab pertanyaanya, akhirnya ia berinisiatif untuk menanyakan kepada sanak keluarganya di rumah. “ ternyata begitu setelah saya cek, satu keluarga tidak ada yang sekolah, ada juga yang sekolah tapi tidak sampai di sekolah “ terangnya. Hal tersebut membuat dirinya terenyuh, oleh karenanya mulai saat itu, Amrun merasa termotivasi dan memiliki rasa penasaran yang besar mengapa sehingga orang-orang di pedalaman Wa Pe’u ini tidak ada yang bersekolah.Setelah dirinya mencari tau terungkaplah sebuah fakta mengejutkan bahwa masyarakat Wa Pe’u sebagian besar tinggal di gunung sambil berkebun. Masalanya adalah temapat tinggal masyarakat Wa Pe’usangat jauh dari akses pendidikan (MIN 1 Buton) kurang lebih8 km. Mengetahui fakta-takta tersebut kemudian ia berinisiatif mengunjungi danbersitaturahim bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat untuk mendiskusikan keinginannya mendirikan sebuah madrasah di daerah Wa Pe’u.
[caption caption="Semangat Menempuh Pendidikan"]
[/caption]
“Saya langsung bermusyawarah dengan masyarakat setempat, bagaimana kalau kita dirikan sebuah madrasah? Alhmadulilah mereka semua sepakat, membangun sebuah madrasah di daerah pedalaman Wa Pe’u ” terangnya. Kemudian dari kesepakatan tersebut munculah sebuah persoalan baru yakni dimana mereka akan melakukan proses belajar mengajar, sementara ruangan kelas dan tempat untuk menuntut ilmu tidak ada, kemudian dengan penuh rasa optimis dirinya berusaha menyakinkan seluruh elemen masyarakat setempatdan berkata, “Dimanapun kita belajar entah itu dibawah pohon ataupun di lapangan, yang penting anak-anak mau utuk belajar itulah yang terpenting, “ Kenangnya.
Saat itu, mereka dibantu oleh masyarakat dan pemerintah desa/kecamatan setempat secara swadaya mendanai sambil mencari kayu dihutan demi mewujudkan pembangunan tahap 1, hingga akhirnya bangunan pertama tempat mereka melangsungkan proses belajar mengajar rampung dengan berdindingkan anyaman bambu (jelajah) dan beratapkan daun nipan. Setelah itu, desakan persoalan baru pun akhirnya muncul lagi, persoalannya adalah dari mana mereka meperoleh tambahan dana untuk melakukan proses pembangunan tahap ke 2, “ Alhamdulilahtiba-tiba kami mendapatkan kunjungan Anggota DPR RI Asal Sulawesi Tenggara Umar Arsal sehingga kami dibantu untuk pembelian kayu dan lain lainya, “ kenangnya.
[caption caption="Siswa (I) Mis Nafi'u BUTon"]
[/caption]
Kemudian lanjut Amrun kembali menjelaskan “ yang saya salut dari teman-teman dewan guru yang mengajar di situ, mereka semua mau bantu mengajar, Walaupun dengan pendidikan SMA mereka sangat antusias, “ kenangnya. Selang satu tahun berjalan persoalan baru akhirnya muncul, yakni bagaimana caranya untuk menggaji guru yang telah bersusah payah mengajar anak-anak, saat itu sempat muncul inisiafif untuk meminta bantuan orang tua tetapi dengan tegas para guru menolak inisiatif tersebut sambil berkata, “ Pak kalau kita mau meminta orang tua siswa lebih baik kami berenti saja mengajar, “ tegas salah seorang guru pada saat itu.