Lihat ke Halaman Asli

RAFINANTI

Tolong jangan tiru aku, aku unik!

Realitas Historis Eksistensi Hukum di Indonesia

Diperbarui: 6 Desember 2023   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah Negara hukum yang senatiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas Negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai Negara hukum pun tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum yang terjadi di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani.

Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik pidana maupun perdata. Namun realita hukum di Indonesia ini lebih condong ke arah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah, penanganan hukum yang di rasa telah berbeda, membuat penegakan hukum menjadi kurang adil dan jauh dari harapan masyarakat, lagaknya telah menghiasi kacamata hukum di Indonesia.

Kondisi hukum Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik di arahkan, baik yang berkaitan dengan penegakan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritikan demi kritikan sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia seakan-akan seperti barang dagangan yang dapat dibeli bagi mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan Negara di larangnya. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaruan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena di dorong oleh penegak hukum yang morat-marit.

Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang di temui dalam penegakan hukum negeri ini. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung di tangkap dan di hukum seberat-beratnya. Sedangkan seorang pejabat Negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik Negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekuasaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu amat terbelit-belit dan terkesan menyuguhkan berbagai macam sandiwara kepada masyarakat yang parahnya terkesan menunda-nunda adegan tamatnya.

Kondisi demikian terkesan buruk yang pada dasarnya akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang menjualbelikan hukum sama artinya mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari dan bukan tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.

Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problematika yang harus segera ditangani dan Negara harus sudah memiliki ketetapan untuk dapat mewujudkan seperti apa yang di cita-citakan pendiri bangsa ini. Namun mental dan moral korupsi yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik, penegakan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari pancasila dan pembukaan UUD 1945.

Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah yang telah bergeser kepada rasa egoisme dan individual tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan yang akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan-kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh, memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkandung dan tersirat dalam isi pancasila. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa hukum di Indonesia memang belum menunjukkan keefektifan.

Keprihatinan yang mendalam melihat reformasi hukum yang masih berjalan lambat dan belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, mungkin membuat sebagian orang geram termasuk saya pribadi, maka untuk menganulir itu semua yakni di mulai dengan perbaikan diri masing-masing. Berbagai macam realitas hukum yang terjadi saat ini memang tak sejalan dengan apa yang telah di tuliskan dalam UUD 1945 atau bahkan yang telah di paparkan pancasila.

Mengenai bobroknya system hukum di Indonesia,kisah pengalaman dari seseorang yang pernah di permainkan keadilan, dahulu ada seseorang yang berinisial S tertabrak oleh seseorang yang tidak dikenal, seseorang tersebut merupakan sosok anak dari orang yang berada, yang mempunyai pangkat serta jabatan, seharusnya penabrak itu memang harus mendapatkan hukuman yang setimpal sebagaimana yang telah di paparkan dalam hukum pidana, karena seseorang tersebut merupakan anak orang berada, beliau menyewa pengacara dengan bayaran yang setimpal, kaum bawah semakin teriris melihat hal tersebut, meski saksi di hadirkan sejelas mungkin namun kala itu pengacara memutar balikan fakta, dan parahnya hakim membebaskannya dengan begitu saja, apakah sisi hukum memang harus seperti itu? Demi uang di dunia mereka rela menyembunyikan kebenaran, jika di pandang dari sisi Al-Quran hal itu sudah tidak benar adanya namun memang benar, di jaman sekarang manusia diperbudak dengan uang. Dimana kah letak dari sila ke lima pancasila? perlu di renungkan lebih mendalam akan hal itu.

Kegiatan reformasi hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan dan sebagai pemuda bukan gencar update status tapi juga harus menjadi bagian dari penegak pembaruan reformasi hukum, karena sebagai anak bangsa Indonesia sudah selayaknya melawan penjajahan model terbaru terhadap penegakan hukum yang bermental kacau, yang perlu dibenahi yakni melakukan perbaikan mental pada diri sendiri sebelum akhirnya terjun ke dalam aktivitas hukum di Indonesia, solusi untuk menata hukum di Indonesia saat ini, orang yang terjun dalam aktivitas hukum harus benar-benar memiliki niat yang baik, dan mempunyai integritas diri yang murni, bukan sibuk mengkritik orang lain, namun lebih banyak intropeksi pada diri sendiri, senantiasa memperbaiki diri untuk menumbuhkan nuasa hukum di Indonesia yang bukan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Pendidikan moral, refleksi dari agama, pengaruh lingkungan social yang baik, mendukung menjadi solusi perbaikan hukum di Indonesia dan memang benar perubahan mindset dan perbaikan mental saat ini bahkan untuk kedepannya memang perlu di lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline