Lihat ke Halaman Asli

Lesunya Jokowi Effect

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13972920941510171360

Strategi Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak menjadikan Joko Widodo sebagai Capres (Calon Presiden) definitif. Karena strategi Megawati itu untuk mendapatkan suara untuk partainya PDIP, selain itu juga untuk mencegah adanya perpecahan antara Projo (Pro Jokowi) dan Soekarnois Nasionalis. Dengan 19% raihan suara PDIP gagal mencapai Parlementery Treshold karena hasil PDIP tidak sampai 20%. Tanpa ada Jokowi pun PDIP dalam kondisi normal akan memperoleh suara 16-17%  karena basis PDIP relatif stabil.  Banyak media dampak kekeliruan lembaga survei, diantaranya Kompas dan CSIS yang bergengsi, mengaku "bersalah" dan sekarang tiarap. Dan tiba-tiba media yang selama ini turut mendongkrak popularitas Jokowi seakan-akan kembali menyuarakan keadaan faktual bahwa Jokowi ternyata menjadi "beban" bagi PDIP.

"Tak heran, jika di dalam tubuh PDIP dan tak kurang oleh Megawati sendiri kini sedang dikaji ulang, apakah Jokowi masih layak dipertahankan sebagai Capres banteng gemuk itu," demikian kata Edwin Jacob, pengamat Universitas Indonesia, Kamis (10/4) dikutip dari www.asatunews.com.

Jokowi Effect, Memperburuk Reputasi PDIP?

[caption id="attachment_319722" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: www.twitter.com/@BurhanMuhtadi"][/caption]

Jokowi effect yang digadang-gadang membawa nasib baik oleh pers malah membawa kenyataan yang sebaliknya. Karena Jokowi dianggap pemimpin yang tidak amanah dengan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta yang bersumpah diatas kitab suci Al-Qur'an menjabat 5 tahun sebagaii Gubernur. Ditambah lagi PDIP yang ada di ranking teratas Partai terkorup di Indonesia.

Karena itu pula, Edwin menawarkan agar secara elegan Jokowi sendiri sadar dan menyatakan mundur dari pencapresannya dan akan kembali menjadi Gubernur agar tidak dituduh khianat. "Political capital menjadi seorang Gubernur yang sukses lebih make sense daripada balonpres (bakal calon Presiden) bak lebai malang yang tidak beruntung dan ini akan lebih menunjukan kenegarawanan Jokowi. Dan saya kira, rakyat DKI Jakarta akan memaafkan 'kekeliruan' Jokowi yang sempat tergoda untuk naik tangga di jalur super-highway menuju RI-1. Ini lebih penting untuk modal beliau maju secara nyata bila sukses memimpin Jakarta, untuk maju di tahun 2019," ungkap Edwin.

Saya sependapat dengan Edwin, bahwa memang Jokowi jangan dulu mencalonkan diri menjadi Presiden. Karena masa jabatan yang belum terselesaikan begitu pula dengan berbagai persoalannya.

Peta Koalisi

Saya berani memastikan: PPP (Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat akan koalisi dengan Partai Gerindra karena pernyataan SBY beberapa hari yang lalu sudah mengarah ke Prabowo, mengingat Partai-partai itu di subordinat SBY.

Sementara PDIP sudah memastikan berkoalisi dengan Partai NasDem. Usai bertemu Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Sabtu (12/4) di kantor DPP NasDem, Jokowi dan Surya Paloh keduanya punya pandangan yang sama terkait model pemerintahan ke depan. Namun NasDem adalah Partai baru dan belum bisa bersaing sepenuhnya dengan Partai-Partai papan atas yang berpengalaman. Pengalaman dan SDM (Sumber Daya Manusia) Partai NasDem itu terbatas !





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline