[caption id="attachment_181111" align="aligncenter" width="416" caption="spanduk penolakan UP4B di Bandara Nabire (10/5/2012). Foto : tabloidjubi.com"][/caption] Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dibentuk oleh Presiden SBY tanggal 20 September 2011, tampaknya harus bekerja ekstra sabar. Pasalnya, kinerja unit kerja yang dipimpin Bambang Dharmono ini mendapat berbagai aksi “perlawanan” dari para aktivis Papua yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Setelah beberapa waktu lalu UP4B mendapat penolakan di Wanokwari (Ibukota Prov. Papua Barat), aksi yang sama kembali terjadi di Nabire. Kamis, 10 Mei 2012, sejumlah warga yang digerakan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menolak kehadiran Bambang Dharmono di kota itu untuk melakukan sosialisasi tentang UP4B. Ketika Bambang dan rombongan tiba Bandara Nabire, ia disambut aksi demo. Puluhan poster dan spanduk digelar di depan ruang kedatangan. Akibatnya, Bambang Darmono dan rombongan dikabarkan tidak bisa keluar dari bandara karena jalan keluar bandara dihadang oleh para pendemo.
Beberapa spanduk yang terpampang dalam aksi demo itu antara lain bertuliskan "Kami Rakyat Papua Menolak UP4B dari Tanah Papua Barat", "Kami Rakyat Papua Barat Menolak UP4B, Bambang Dharmono bawa Pulang Urbanisasi Indonesia di Tanah Papua Barat". Massa demo ini juga menuntut Referendum dan Dialog yang di mediasi pihak internasional serta meminta Kedaulatan Penuh Papua Barat.
Juru Bicara UP4B, Amirudin Al Rahab kepada media online lokal mengatakan "Tidak ada pengusiran dan penyanderaan terhadap BD dan UP4B. Pertemuan dengan Muspida itu memang di ruang VIP Bandara. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jayapura karena kami baru saja dari Raja Ampat." kata Amiruddin. http://tabloidjubi.com/seputar-tanah-papua/18232-up4b-didemo-lagi Pembentukan UP4B dengan Perpres Nomor 66 Tahun 2011 tanggal 20 September 2011 itu sebetulnya adalah bagian dari tanggung jawab Pemerintah RI untuk menjawab aspirasa para aktivis Papua yang selama ini berkampanye sampai ke luar negeri bahwa Otonomi Khusus telah gagal. Bahwa Pemerintah RI hanya bisa menelurkan kebijakan (UU No. 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua), tetapi penjabarannya di lapangan tidak sejalan dengan aspirasi orang Papua. [caption id="attachment_181115" align="aligncenter" width="457" caption="salah satu Kampanyeanti-Otsus"]
[/caption] Setelah Otsus berjalan sekitar 10 tahun (dari 25 tahun yang ditetapkan), Pemerintah melakukan evaluasi, dan menemukan berbagai penyimpangan. Di banyak daerah di Papua terjadi salah urus dan salah atur. Salah satu dampaknya adalah merajalelanya korupsi yang dilakukan oleh para pejabat daerah. Untuk mengembalikan Otsus kepada koridornya yang benar, Pemerintah mengeluarkan UP4B untuk membenahi kembali Otsus yang terlanjur dinilai gagal itu, serta melakukan pendampingan kepada para pejabat daerah. Sehingga dengan sisa waktu pelaksanaan Otsus yang masih sekitar 14 tahun itu, yang menginginkan agar Papua cepat maju dan sejahtera seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sengaja Menggagalkan Otsus Dilihat dari missi pembentukannya, unit kerja ini sangatlah positif mengingat wilayah paling timur Indonesia ini sudah terlalu sering menjadi sorotan dunia internasional terkait ketertinggalannya di berbagai bidang. Karenanya, Pemerintah RI sedang berusaha keras untuk mempercepat pembangunan di wilayah ini, dengan menugaskan UP4B melakukan pembenahan dan menjadi pendamping para pejabat daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, dengan adanya upaya “perlawanan” dari para aktivis Papua itu, patut diduga mereka memang menghendaki agar Otsus gagal, sehingga ada alasan bagi mereka untuk menunut referendum. Maka kepada Bambang Dharmono dan para staf UP4B, agar tetap bekerja maksimal demi keutuhan NKRI, kendati berbagai hambatan terus menghadang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H