Lihat ke Halaman Asli

Sudahkah Pers Merdeka?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13932377141167888772

[caption id="attachment_324424" align="aligncenter" width="300" caption="Presiden SBY bersama sejumlah insan pers memperingati Hari Pers Nasional 2014 di Bengkulu/ Foto:kompas"][/caption]

Menjelang pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, peran pers atau insan media mendapatkan sorotan. Hal ini tidak terlepas dari kapitalisasi pers yang ada di Indonesia. Sebagaimana diketahui, sejumlah media di Indonesia dimiliki oleh beberapa orang yang terjun ke panggung politik.

Aburizal Bakrie (ARB) atau Ical merupakan bos besar dari sejumlah media, seperti situs berita vivanews.co, TVOne dan ANTV. Ical merupakan Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga menjadi calon presiden (capres) dari Partai Beringin. Sementara itu Hary Tanoesoedibjo merupakan Bos MNC Group yang membawahi puluhan perusahaan media, baik cetak, elektronik maupun online. Hary Tanoe sendiri aktif di Partai Hanura dan kini menjadi calon wakil presiden (cawapres) Wiranto, yang merupakan Ketua Umum DPP Hanura.

Selain keduanya, ada juga Surya Paloh, Ketua Umum DPP NasDem, yang merupakan pemilik Media Group. Sama seperti Ical dan Hary Tanoe, Paloh memiliki banyak media, mulai dari elektronik, cetak maupun online.

Ada juga Dahlan Iskan dengan grup media terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Pos. Hampir di semua pelosok negeri, terdapat media yang berada di bawah kendali Dahlan dan koleganya. Dahlan sendiri kini sedang bertarung dalam Konvensi Capres Partai Demokrat. Selain mereka, masih ada lagi sejumlah politisi yang aktif dan menjadi pemegang saham di media massa.

Dengan banyaknya media yang dimiliki politisi, memang wajar, jika kemudian muncul pertanyaan, sejauh mana independensi media, menyikapi tahun politik 2014. Bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2014, yang rangkaian acaranya berlangsung dari 1-10 Februari di Bengkulu, banyak pihak meminta media tetap menjadi pilar nasional yang menjaga kenetralan dan ikut mensukseskan Pemilu.

Sejumlah kalangan juga berpendapat Pemilu 2014 menjadi ujian sesungguhnya bagi pers, apakah dapat bersikap netral atau tidak dalam menyikap tahun politik. Karena, kalau melihat fenomena yang berkembang saat ini, ada sejumlah media yang kurang fair dalam menyajikan berita, khususnya terkait politik. Ada perbedaan porsi yang cukup mencolok, terhadap pemberitaan terkait ‘bos mereka’ dengan politisi lain. Kalau situasi ini terus berlangsung, pers akan kehilangan jati dirinya. Tidak ada lagi istilah ‘kemerdekaan pers’, karena pers berada dalam kekuasaan pemilik modal demi memuluskan tujuan politik.

Menarik menyimak pernyataan Presiden SBY dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Bengkulu,beberapa pekan lalu. SBY meminta agar pers melakukan pemberitaan yang akurat, faktual dan berimbang untuk mensukseskan penyelenggaraan Pemilu 2014. Rakyat sangat mengharapkan munculnya pers yang akurat, fair dan obyektif dalam menyampaikan informasi.

Harapan rakyat terhadap pers ini saya pikir sejalan dengan keinginan awak media. Para pekerja pers tentunya berharap bisa menyampaikan fakta dan data seobyektif mungkin, tanpa harus takut mendapatkan tekanan dari pemilik media, tempatnya bekerja. Apapun beritanya dan apapun isunya, jika pers tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dan ‘jaring-jaring’ kepentingan pemilik, niscaya tidak ada lagi kemerdekaan per situ. (***)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline