HOTEL ARYADUTA, MAKASAR
Room no 306 - No Smoking
Huah....hem... Mulutku ternganga kemudian tertutup, terbuka dan kemudian tertutup lagi... Tak terasa air mata mulai menggenang di sekitar bawah mataku. Ngantuk! Ku lihat weker di sebelah meja kecil samping tempat tidurku....
Hm... Masih jam 04:00, kembali mata tanpa sadar terpejam untuk beberapa saat diriku seperti kehilangan sadar dan kembali ke alam mimpi. Berat rasanya tubuh berbobot 60kg ini, diminta bangun lebih pagi, sedangkan kedua mata ini pun susah untuk diajak ber-kompromi. Rasanya baru saja 5 menit aku terlelap, tapi weker berbentuk gajah trus berdering menyuarakan sirene yang memekakkan telinga dengan suaranya yang sember, menandakan batre yang mengisi tubuhnya makin menipis dan harus diganti.
Huahem..... Angop ku makin membuat air mataku mengalir pelan dan pasti jatuh perlahan menuju pipi, lalu perlahan tenggelam dalam tempat yang menjorok dalam dadaku, dan rembes di behaku. Menggeliat aku menggerakkan seluruh anggota tubuh yang terasa kaku dan penat setelah sehari kemarin kuhabiskan waktuku mengurus rombongan peserta gathering yang akan berangkat ke kota Makasar.
Kulihat jarum pada weker gajahku menunjukkan angka tepat pukul 7. "Waduh" pekikku tertahan... Bergegas ku menyambar celana dalam berenda hitam dan beha bernada sama dan segera menyusup ke kamar mandi. Untuk sedikit memberikan kesegaran pada tubuh yang terasa penat ini, kutuang beberapa tetes minyak aroma theraphy dalam botol kecil mungil di bath up yang berisikan air suam suam kuku.
Tak terasa cukup lama aku membiarkan tubuhku terendam hingga jari jari tanganku mulai berkerut dan tampak pucat pasi, dan secara samar terdengar suara yang dibuat-buat manja memanggil-manggil namaku untuk segera menyelesaikan ritualku ini. Hm dengan tergesa, ku beringsut meninggalkan aroma rempah pada bath up ini walau jujur sebenarnya aku enggan beranjak, kalau aku tidak mendengar desahan manja yang dikeluarkan dari luar sana yang membuatku mual.
"Senang banget rasanya ia selalu merusak waktu santaiku di bath up ini! Mana pake suara manja lagi!" Gumamku seraya menatap cermin yang terlihat puas menatap tubuh ini tanpa sehelai benangpun. Tanpa kusadari, engsel pintu kamar mandi berderit meninggalkan suara yang cukup memekakkan telingaku yang baru saja kubersihkan. "Huh! Mandi aja dah kayak putri keraton banget sih yang pake kembang tujuh rupa!" Dengusnya kesal sambil memelototi tubuhku yang polos. Waduh? Segera kusambar handuk putih yang tertengger di gantungan, dan kuselimuti tubuh ini dengan tergesa.
" wah beneran ya dirimu tidak punya etika samasekali! Masa ga bisa kah menunggu barang sepuluh menit aku menyelesaikan ritualku ini di kamar mandi!" Kejarku kesal dengan muka merah nanar menatapnya. Sangat kusesalkan sikap dan tindak tanduknya yang se-enak jidat itu. Walaupun gadis muda itu berjenis kelamin sama, aku samasekali tidak rela melihatnya menerobos masuk saat aku masih telanjang bulat. Ada rasa malu, tidak enak, juga risih melihatnya saat matanya meneliti tubuh polos ini mulai dari ujung rambut hingga mata kaki.
Segera ku melangkah dengan langkah besar dan tergesa, ku tinggalkan ia disana sambil ku banting daun pintu itu dengan keras juga omelan-omelanku akan ketidak sopan-an yang ia lakukan.
"Huh! Dasar anak muda sekarang, makin minim aja nilai kesopanan terhadap room mate-nya" teriakku kasar yang memang sengaja kutujukan padanya. Biar saja, tak peduli ia mau marah kek, kesal kek, dendam kek.. EGP pikirku sebal.
Belum juga hilang kekesalanku padanya, kudengar ia berteriak dengan lantang seraya menampakkan sedikit mukanya pada pintu kamar mandi yang terkuak sedikit. "Liat deh keluar sana, buka tirainya dan perhatikan pemandangan diluar hotel! Masa hanya atap doang yang tampak? Jelek banget sih yang milihin kamar ini! Masa view nya genteng doang dan bukan pantai Losari! Mana kamar yang dipilih juga kamar dilarang merokok" berondong kalimat demi kalimat ketidakpuas-an terlontar dari mulutnya seakan-akan rongga mulut itu berisikan mesiu itu masih tersisa jutaan peluru yang harus segera ia muntahkan sebelum meledak pada tubuhnya.
Jedar... Kudengar bantingan pintu untuk kedua kalinya.. Mungkin kalau pintu itu dapat bersuara dan menampakkan wujud aslinya dalam bentuk sosok manusia, mungkin ia sudah memaki-maki sembari menampar bagi yang berani membantingnya dan membuatnya tampak lebam karena seringnya ia ditampar, di lempar secara kasar. Kasian nasib si pintu....
Tak kuhiraukan ocehannya yang berentet yang ditujukan padaku untuk menyibak tirai dan melihat pemandangan diluar sana. Peduli setan, pikirku enteng.. Mau genteng doang kek, mau pohon kelapa doang yang terpampang, tidak memberikan pengaruh apapun untukku. Tokh kamar ini hanya sebagai tempat transit belaka juga, ga mungkin kan kita seharian tidur di kamar hotel bintang empat ini, emangnya bulan madu? Wong kesini jauh-jauh untuk menjadi tuan rumah dan memperkenalkan pada tamu-tamu yang kita bawa kemarin itu untuk menikmati keindahan juga pesona pulau Makasar. "Hm rasa bersyukurnya perempuan muda ini benar dibawah rata-rata manusia normal" kataku dalam hati sambil nyengir sebel. Segera ku berbenah, berpakaian seadanya dan siap untuk sarapan di resto hotel. Dengan berjingkat-jingkat, pelan dan mengurangi suara-suara, ku bergegas membuka pintu dan meninggalkannya sendiri di kamar mandi. "Huah lega juga akhirnya, lepas dari ms complainer ini" ujarku pelan.
Belum hilang kebahagiaanku menikmati kebebasan dari nya, kudengar suara dibelakang langkahku yang terdengar nyinyir dan lagi sebuah omelan panjang
"Hooooy! Jangan tinggalin aku dooong! Kan aku mau bersama dirimu mbak, masa tega sih meninggalkan aku sendiri sementara kau enak-enak mau sarapan!" Teriaknya dengan lantang. "Haddduuuuuh! Sebel!! Kenapa sih tuh anak lengket banget ma diriku? Di galakin udah, di cemberutin udah, di sebelin dan dijawab sinis sudah juga, kok masih aja mau trus sama ma aku siiiih" ujarku dengan rasa ketidak puas-an dan dilema ini.
"Ya kita ktemuan di resto aja, masa nungguin orang mandi trus nungguin dirimu yang salah sendiri bangun lebih siang dari aku" teriakku lantang padanya. Tak kuhiraukan omelan nya yang masih terdengar saat aku menekan tombol tanda panah yang menjurus kebawah itu dan menunggu pintu besi itu terbuka. Ku masuk dengan sedikit helaan nafas panjang. Hm rasanya lega bisa menjauh sebentar dari nya....
PULAU LAKKANG I AM COMING
Bis besar tampak sudah menunggu diluar parkiran hotel, sementara kulihat dari kejauhan, berpuluh-puluh pasang kaki mendekat kearah bis dan menapak satu persatu tangga dan mendaratkan pantat dan tubuh lebih rileks pada bangku hitam yang sudah terisi oleh kain berwarna coklat yang dijadikan topi untuk menghalau panas terik yang dikeluarkan oleh sang surya.
Perjalanan untuk menuju pulau Lakkang ini memakan waktu kurang lebih empat puluh menit. Kami akan membawa peserta menuju sebuah desa ber-prestasi dimana sekolah yang ada di desa yang hanya bisa di jangkau dengan sebuah sampan kayu kecil bermuatan lima belas orang selama dua puluh menit menyisir sungai Tallo dengan tariff hanya Rp3000.
Desa Lakkang berpenghuni kurang dari tiga ratus penduduk, ber-mata pencaharian mayoritas adalah nelayan. Donasi yang diberikan oleh si nomer 2 untuk kelurahan lakkang berupa pendidikan dengan memberikan seperangkat computer dan internet kepada anak2 SD juga kantor lurah.
Bidang budaya, operator nomer 2 akan mendukung restorasi/pelestarian dan pemeliharaan situs-situs peninggalan bersejarah di kampung Lakkang. Terdapat sejumlah situs bersejarah antara lain bunker perlindungan peninggalan masa lalu.
Bidang pelestarian lingkungan, juga akan memfasilitasi pendidikan lingkungan bagi warga. Terakhir, bidang sosial kemasyarakatan, akan memfasilitasi pengembangan UKM, antara lain ternak bebek dan perikanan tambak bandeng. Pada kesempatan ini, diserahkan 3000 bibit bandeng.
Selain itu, juga menyerahkan 1 unit perahu Katingting atau perahu penyeberangan kepada warga Desa Lakkang. Perahu yang dilengkapi mesin motor dan memiliki kapasitas 15 penumpang sekali angkut ini menjadi sarana yang vital mengingat Desa Lakkang hanya bisa diakses melalui sungai.
Seorang pemandu yang berasal dari warga desa Lakkang meminta semua peserta wajib mengikuti langkah nya untuk menuju masyarakat yang mandiri. Lagi perusahaan telekomunikasi itu membina warga membuat UKM agar para warga desa menjadi masyarakat yang mandiri juga bangga akan kehadiran mereka dengan memnberikan warna pada kota Makasar, tempat mantan wakil presiden Jusuf Kalla bermukim.
Warga yang mempunyai kemampuan menganyam dari pelepah daun nipah dapat dimanfaatkan menjadi caping nelayan, tempat tissue bahkan bola untuk permainan sepak takraw yang kedepannya akan digunakan sebagai salah satu alternatif persediaan merchandise untuk para jurnalis.
Tak hanya itu saja, kami ditunjukkan pada penemuan bunker jaman penjajahan Jepang. Ditemukan tujuh bunker yang mana beberapa tempat persembunyian berada di area halaman perumahan warga. Untuk yang sudah di gali oleh warga, bunker terlihat gelap dan berlumut disisi-sisi luarnya, pandangan gelap dan hitam saja bila diperhatikan dengan seksama bunker yang dibangun sejak beratus-ratus tahun silam. Rasanya ingin turut terjun ke dalam bunker sekedar melongok apa gerangan yang berada di lorong bunker tersebut? Tapi niat itu akhirnya ku urungkan mengingat sempitnya lubang yang terlihat. Bisa-bisa pantatku yang lebar ini, malah tersangkut pas di tengah liang. Hiiih bisa bahaya kalau benar terjadi seperti dalam pikiranku.
Tampak jejeran kelapa muda beserta batok kelapa nya menimbulkan rasa dahaga yang amat sangat, segera kuraih batok kelapa, kusedot airnya melalui sedotan putih dan terasa air kelapa masuk memenuhi tenggorokan yang sudah menjerit kehausan, dan saat akan menelannya, kudengar rengekan anak berusia lima tahun yang menarik ujung kain ibunya seraya menunjuk ke jajaran kelapa muda yang tertata rapi di meja ala kadarnya.. Si ibu tua itu tanpa sungkan dan tidak memperdulikan yang lain, segera setengah berlari tangannya meraih salah satu kelapa yang berbaris rapi. Langkah yang ia perbuat itu serta merta menarik perhatian warga yang lain, segera berbondong-bondong warga Desa Lakkang yang semula menonton kami yang berkunjung di desa Lakkang akhirnya dengan wajah-wajah kehausan, kagum, iri terpancar jelas pada wajah-wajah mereka yang sangat amat sangat terlihat jelas guratan-guratan pada mukanya yang dimakan usia segera berebutan dan saling selak menyelak untuk meraih sebutir kelapa.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Pantas saja matahari terasa menyengat, angin pun malas bergoyang membuat cuaca di hari itu sangat panas dan kering. Akhirnya semua peserta diminta menggunakan sampan kayu untu kembali melanjutkan perjalanan dengan bis menuju ke Pelabuhan Paotere.
AROMA AMIS IKAN DI PELABUHAN PAOTERE
Tiba di bis setelah hampir lima jam di lapangan terbuka, rasa kantuk mulai menyergap kembali.. dibuai oleh alunan musik dan juga tubuh yang lelah, berjalan kurang lebih 1 km, membuatku mencari posisi enak untuk sekedar merebahkan dan mendapatkan kursi yang enak. Terlelap..tak terasa bis berjalan tersendat memasuki daerah pelabuhan. Samar-samar terdengar riuh rendah guyonan peserta lain di belakang bis saat melihat temannya tergopoh-gopoh memegangi selangkangan nya dengan kedua tangannya yang hitam serta meminta izin untuk turun dan memuaskan hasrat untuk buang air seni. Kantukku hilang berubah menjadi tawa melihatnya menuruni anak tangga dan terlihat rembesan air seni-nya mungkin yang tampak pada bagian tengah celana jeans yang ia gunakan.
Akhirnya bis kami sampai di Pelabuhan Paotere. Hm kupegang kedua cuping hidungku rapat-rapat guna menghalau bau amis yang kuat tercium dari segala penjuru. Hm... No wonder gitu loh, sebrangnya juga dah terlihat pantai, pastilah jutaan ikan tersebar di resto-resto besar dan tentunya akan menjadi santapan terlezat buat wisatawan lokal maupun warga Makasar sendiri.
Sesampainya di resto ikang bakar, tercium kepulan asap dari panggangan arang yang berisikan bermacam-macam jenis ikan yang kesemuanya berbeda istilah antara kota Makasar dan Jakarta. Ada ikan kudu-kudu, dimana batok dari ikan kudu-kudu keraS, kemudian ada ikan sunu, ikan kotak, ikan bolu, serta beberapa jenis ikan lainnya lagi yang lupa kucatat.
Konon resto ikang bakar ini merupakan resto favorit nya presiden Indonesia yang sekarang, SBY. Pantas saja resto ini penuh saat rombongan kami menjejali ruangan bawah, tak tampak satu meja pun yang kosong. Beberapa tamu tampak dengan lahap membuka mulut menerima suapan berisikan ikan bakar dan udang serta kepiting saus Singapur dalam satu genggaman sekaligus. Hm pasti nikmat banget....
Akhirnya rombongan kami mendapat hak nya di lantai dua, itupun masih belum mampu menampung seluruhnya. Akhirnya, kamilah yang harus mengalah dan kembali mengungsi dan turun tangga kembali untuk mencari meja-meja yang kosong.
Sementara lalu lalang pegawai yang mengenakan pakaian biru bertuliskan crew serta operator no. 2 makin membuatku pusing. Kusangka mereka kayawannya si biru.. Tapi kok membawa nampan bertumpuk aneka sambal? Mulai dari mangga muda parut, tomat hijau yang diiris kecil-kecil, tomat dan cabe rawit merah di potong kotak-kotak hingga cairan pekat seperti petis Surabaya dan cairan kacang tumbuk serta sambel terasi ada. "Hm dengan beraneka sambal sebanyak itu apakah semuanya diracik dan dijadikan satu? "Wow! Menarik banget" ujarku berbisik. Bayangan irisan tipis sebesar korek api mangga muda itu menari-nari sambil tanganku terus bergerak memadukan aneka asesoris dalam satu waktu sementara air liurku penuh menahan keinginan untuk melahap semua irisan mangga yang tersedia saat itu.
Akhirnya tersaji lah aneka ikan mulai dari kudu-kudu, sunu, ikan kotak, baronang dan ikan yang dagingnya menyerupai ayam tapi halus dan bersih berkilau layaknya mutiara. Entah pula namanya membuat lidahku belibet. Tak mau ketinggalan peran, udang bakar, otak-otak, bandeng, tuna memenuhi meja.
TRANS STUDIO MAKASAR
Trans Studio merupakan kawasan wisata terpadu terbesar sesudah kawasan wisata di Dubai Uni Emirat Arab. Studio ini tercatat sebagai kawasan wisata termegah dan terbesar di Asia Tenggara dengan luas area sebesar 24 hektar. Wow megah sekali... membayangkan saja sudah dapat membuatku beku.. tak bertenaga, kuharap jangan sampai deh aku tersesat ataupun tertinggal dari segerombolan tim Jakarta ini.
Tak terbayangkan di benak ku yang sudah cukup lelah harus menjelajahi daerah wisata ini, bisa-bisa kakiku langsung penuh dengan jejeran warna putih bernuansa jamu-jamuan untuk mengobati rasa pegal yang luar biasa. Alhasil si parem kocok pasti bakal punya peran jadi pemain utama. Hahahaha... membayangkan semua itu saja, mampu membuatku tersenyum simpul.
Saat kaki menjejakan area Trans Studio, wajah-wajah sangar nampak terpampang jelas di pintu masuk. Semua tas yang dibawa pengunjung individual maupun rombongan di periksa dengan teliti, dibukanya satu persatu hingga ke sudut. Takut dengan akal bulus masyarakat kita, yang tetap berhasil membawa masuk makanan yang sebenernya sudah dalam kondisi di periksa tapi masih bisa eksis. Makanya mungkin di taruh lah laki-laki berbadan tegap dan sangar juga galak memeriksa masing-masing tas pengunjung. Terlihat beberapa camilan tergolek di kotak kayu.
Eh tak dinyana... ternyata kedatangan rombongan si biru yang mayoritas media hamper mencapai 70 orang itu membuat direktur Trans Kalla Makassar, Eka Firman Ermawan turut menyambut kehadiran kami disana. Sekedar mengucapkan selamat datang, beliau mempersilahkan kami untuk mengunjungi semua permainan yang ada dan rasakan sensasinya. Hm... kalau dipikir, tempat ini menyerupai kawasan Genting island hanya minus casino dan kereta gantung yang membelah gunung. Atau juga hampir sama dengan Dufan nya Jakarta, hanya kalau Dufan itu berada diluar sedangkan Studio Trans berada dalam ruangan dengan atribut-atribut serta lampu gemerlap lebih berkesan mewah. Layaknya saya berada di negara mana gitu.
Eh lagi-lagi setelah direktur ganteng itu turun, ada seorang wanita ramah yang menyambut rombongan kami di panggung dan mempersilahkan kami untuk berkunjung di setiap wahana yang ada di Trans Studio juga sedikit menyelipkan snack yang bisa kita icip-icip saat kita mengitari wahana tersebut. Waduh padahal di awal pintu masuk, smua snack kita di tahan diluar dan semua makanan yang ada dalam tas dikeluarkan dan di wanti-wanti bahwa dilarang mengunyah apalagi membawa makanan diluar jajanan yang ada di Trans Studio itu.
Sambil terkikik geli, beberapa teman menyeret tubuhku dengan paksa untuk memasuki dunia lain.. dengan langkah tegap layaknya tentara aku percaya diri memasuki ruangan gelap itu dan hanya terlihat sedikit penerangan di sudut-sudut lorong. Hm.. rasa ciut dalam tubuhku mulai berperan, waduh kok lampunya jadi lebih temaram, kenapa juga si lorong itu terlihat menurun juga tampak suram, ku longok keatas dan terlihat udara segar dan terang benderang. Lebih baik deh buat aku memilih lampu-lampu gemerlap daripada disuruh masuk lorong gelap gulita dan membuat pengap serta sesak dada ku saat menarik nafas panjang.
Huh, ternyata diriku memang tidak ditakdirkan untuk bermain di macam-macam wahana yang tersedia. Buktinya saat aku mulai menjatuhkan pantatku pada kursi kereta, si lelaki muda bule keturunan memintaku untuk meletakkkan tas yang ku selempang itu dan menaruhnya di pinggir jalan kereta bersanding dengan teman-temannya yang lain. Wah ga rela dong aku, tas yang selama 2 malam 3 hari selalu berada di pundakku ini tidak pernah terlepas sedikitpun, hanya waktu tidur aku tanggalkan tas coklat kulit dengan kulit loreng di dalamnya itu di kursi tidak jauh dari tempat aku terlelap. Masa sekarang aku harus menanggalkannya disudut sana? Walaupun ia punya teman, tapi tak kuasa aku harus melepaskannya dari gendonganku.. teringat aku berlembar-lembar kertas berwarna kemerahan saling tumpuk menjadi satu berjejalan di tas kecil berbulu itu. Bagaimana kalau setumpuk kertas merah itu hilang dan merasakan sedikit sensasi wahana di Trans Studio Makasar ini, ya kalau dia tau jalan pulang? Kalau tersesat, lagi dan lagi aku pasti menanggung kerugian yang terjadi.
FAREWELL PARTY AT AKARENA BEACH
Tibalah hari terakhir kita bersama dari sabang hingga merauke harus melepas kebersamaan yang penuh suka dan cita yang telah kami rajut dalam waktu singkat yaitu 2 malam 3 hari. Suara hingar bingar terdengar dari candaan, tawa terbahak-bahak hingga music yang di dentingkan melalui grup band top 40's.
Muncul dengan tiba-tiba segerombolan lelaki paruh baya membawa api sempat membuat ketar ketir pengunjung yang sedang santai, saat si mc mengumandangkan suara jailnya bahwa itu adalah tarian Pepe Pepeka Rimake salah satu pertunjukan tarian daerah Makasar yang diperuntukkan untuk peserta gathering ini. Seru melihat mereka dengan diiringi music menarikan gerakan- gerakan yang menggunakan api dan menjilati tubuh mereka. Tak tampak satupun dari mereka yang kesakitan, menyerupai debus juga gumamku pelan saat menyaksikan seorang anak kecil tubuhnya bermandikan api tanpa sedikitpun kulihat ia mengerenyit menahan jilatan api yang panasnya lebih dari 40 derajat.
Hiburan mulai dari musik, tari-tarian hingga band top 40's selesai tak membuat kami beranjak pulang, beberapa masih terlihat menuju pantai dan jepret sana jepret sini, pose kiri dan kanan. Lucu melihat mereka yang semula tampak asing satu sama lainnya, tapi di akhir perjumpaan membuat ternyata makin akrab tak tampak lagi malu-malu menggandeng bahkan sekedar memeluk sembari mengucapkan kata-kata perpisahan.
Esok kita berjumpa lagi di lain kesempatan, di lain kota dan di lain suasana juga teman baru.
Selamat jalan kawan, kami pasti akan merindukan kalian.. selamat bertugas dan salam untuk keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H