Lihat ke Halaman Asli

Viviaslin

silent reader

Pro Kontra Jargon “Terorism Has No Religion”, (Jika Memang Beragama, Ya Kita Harus Mengakuinya)

Diperbarui: 2 Maret 2022   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Indonesia kembali digemparkan dengan tragedi sangat mengerikan yakni ledakan di Gereja Katedral Makassar. Penegak hukum mengatakan bahwa peristiwa tersebut adalah bom bunuh diri. Tidak diketahui atau lebih tepatnya belum diketahui apa motif dan penyebab pelaku melakukan tindakan tersebut. Banyak asumsi dan opini bermunculan mengenai pelaku dan alasannya melakukan tindakan tersebut. Tak luput pula dengan narasi pengkaitan tindakan ini dengan terorisme dan suatu agama.
Menanggapi insiden tersebut, Presiden tercinta rakyat Indonesia, Jokowi melalui pernyataan resminya menyatakan bahwa terorisme tak ada hubungannya dengan agama.
“Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun. Semua ajaran agama menolak terorisme, apapun alasannya,” kata Jokowi.
Sontak pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra, pertanyaan yang muncul adalah "Apakah benar bahwa terorisme tidak bersangkutan dengan suatu agama?"

 “Terrorism has no religion”, itu jargon yang paling kerap dipakai. Tak pelak setiap ada peristiwa serupa pastilah banyak para sjw dan buzzer-buzzer pengguna media sosial yang menyerukan yel-yel tersebut. Selalu dan terlalu sering bahkan sampai jengah mendengarnya. Namun demikian apakah benar?

Bangun!
Kita harus mulai melek dan menyadari realita bahwa memang ada tindakan teror yang banyak berangkat dari pemahaman beragama yang salah. “Teroris atas nama Islam nyata ada. Umat Islam harus berbesar hati mengakui itu sebagai penyakit umat, lalu basmi. Jangan malah denial atau mungkir, bilang teroris nggak punya agama. Cara untuk sembuh dari penyakit: akui punya penyakit, lalu obati.”
Iya begitulah kira-kira tulisan Akhmad Sahal, Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika (bukan ungkapan penulis opini ini loh ya).
Teror oleh kelompok yang menganut paham keislaman tertentu itu nyata, ada, dan tak bisa diabaikan begitu saja.
Ya sebenarnya wajar kalau kita mengatakan bahwa terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Kita mencoba melindungi diri dari hal yang menyakitkan, dari kenyataan yang mengganggu kenyamanan identitas kita sebagai muslim. Manusiawi namanya.

Namun, mari kita berlapang dada dan tidak enak sedikit serta mengakui bahwa terorisme yang dilakukan kelompok muslim tertentu itu lahir dari gerakan Islam dan kita selama ini telah lalai memerhatikan mereka. Pengakuan ini penting supaya kita bisa untuk “mengobatinya” bersama-sama. Tak bisa lagi hanya berharap pada negara, pada Densus 88, atau aparat anti-teror untuk membasmi satu demi satu terduga teroris. Dengan pengakuan ini, kita juga akan merasa punya tanggung jawab lebih untuk menghilangkan benih-benihnya.

Cukup tak cukup bahas apa agama teroris, seharusnya diskusi mengenai tindakan ini adalah "ada apa dibalik pelaku melakukan tindakannya?" Dan pertanyaan menggelitik di benak saya adalah kok bisa mereka mau melakukannya, bagaimana cara meyakinkan pelaku bom bunuh diri untuk rela menyerahkan nyawanya dengan cara yang mengerikan?
Kalau dipikir kadang ada logika-logika yang tidak bisa nyambung untuk aksi semacam ini. Misalnya, janji masuk surga bagi pelaku. Kalau memang betul aksi ini diyakini mendapatkan surga, kenapa bukan si aktor intelektual teror sendiri yang melakukannya? Kenapa dia memberikan “tiket” surga itu kepada pengikutnya? Sangat mengherankan bukan.
(Membela Tuhan kok pakai kekerasan? Situ siapa-Nya?)

Pastinya sudah banyak opini dan tulisan yang mengatakan hal serupa seperti tulisan ini. Cukup dengan debat kusir dan narasi tendensius apa agama dibalik terorisme, hal yang perlu dilakukan adalah mengobati dan mencegah agar tidak terjadi peristiwa serupa, karena bom meledak, adalah fakta. Ada korban, juga fakta. Lesson-learned yang bisa diambil adalah dengan adanya kejadian ini kita bisa harus terus bersolidaritas dan meningkatkan pemahaman agar tidak salah interpretasi (lagi).
Intinya jangan mau disetir oleh opini yang menyesatkan dan ujaran yang bisa memecah. Karena sejatinya peristiwa semacam ini adalah pola yang sudah menjadi rahasia umum bahwa ini adalah proyek untuk memecah belah masyarakat.
Dan kita sebagai mayoritas di negeri ini harus berlapang dada dan mengakui jika pelaku bom bunuh diri beragama islam, ya kita harus mengakuinya.

"Terrorists are masters of mind control. They kill very few people, but nevertheless manage to terrify billions and shake huge political structures. In contrast, diabetes kill up to 3.5 million people annually. So why do we fear terrorism more than sugar?"-Yuval NH




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline